Sayang…
Ingatkah di awal kita bertemu
Engkau duduk terdiam di sudut ruangan
Sibuk memandangi jendela yang hanya terlihat kaca buram terbungkus debu tebal
Saat itu engkaupun tak sadar
Engkau dijadikan obyek pembicaraan aku dan kawan-kawanku
Di seberang tempat engkau terduduk lama

Tak henti aku mencuri pandang
Hanya sekedar melihat ekspresi wajahmu yang tampak sendu
Namun mampu menciptakan riak dan mendamaikan hatiku
Dan sekejap aku menyakinkan diri
Jika engkaulah wanita yang kelak menjadi pendampingku dan ibu dari anak-anakku

Tak pernah aku mampu memberanikan diri saat itu
Untuk menguak fakta yang tersembunyi di onggokan hatiku
Aku ingin sekali mengenalmu sedekat mungkin
Meski aku tahu bukan hanya aku yang menginginkanmu
Namun aku mampu menyakinkan diri
Jika kelak engkau akan memilihku

Dan..
Akhirnya benar
Engkaupun memilihku
Namun tak pernah kudapati alasan yang tepat mengapa engkau memilihku
Apakah karena aku adalah pilihan keluargamu
Ataukah..
Aku pelarian yang terbaik di kisahmu

Dua tahun berjalan
Ikatan kita terikrar di hadapan Tuhan
Aku masih tetap berusaha merebut cintamu
Meski aku telah memilikimu
Tetapi tetap saja kutemukan ruang kosong dimatamu
Tetap saja kurasakan ada yang tertutup rapat di dasar hatimu

Sampai akhirnya…
Kuberanikan membuka pesan yang tersimpan begitu rapi
Di telepon genggammu..
Saat engkau tak ingat untuk membawanya ke tempat kerjamu
Kubaca dari pesan yang “ tak bernama” :
“ De..., jangan meminta aku untuk berhenti mencintaimu, aku telah berani berjanji atas diri kepada Tuhan di setiap doa-doaku, hanya dirimu wanita yang akan tetap ada di hidupku, meski tak mampu terjangkau olehku, tetapi aku yakin aku telah menjangkau dan memiliki hatimu sejak dulu hingga hari ini. Bahagialah dengan keluarga kecilmu, dan satu permohonanku, ijinkan aku tetap seperti ini, bahagia dengan caraku sendiri, dan sendiri tanpa wanita selain dirimu di hatiku..”

Rasanya begitu sakit..
Ada yang tergenang dan ingin tumpah sejadi-jadinya
Aku laki-laki..tetapi akupun manusia perasa
Ternyata ada yang begitu mencintaimu selain diriku
Dan aku ingin marah..
Aku ingin murka...
Tetapi ingin menyalahkan siapa...???

Ternyata pertanyaan dan kebingunganku
Terjawab tanpa ungkapan langsung dari bibirmu
Pantas saja hanya senyum hampa serta tatapan kosong yang aku dapati
Saat tanyaku selalu..
Di setiap pagi ketika akan berangkat kerja..
Engkau mencintai suamimu ini kan De..?
Dan menemukan mata yang sembab tanpa alasan

Akhirnya...
Aku hanya mampu terdiam
Tak berani bercerita kepadamu
Tentang hal yang terjadi di diriku hari ini
Karena aku tahu…
Engkau pasti menanti pertanyaan yang akan menyudutkanmu
Dan engkau pasti sangat bersedia untuk disalahkan dan menjadi obyek murkaku
Tetapi tidak kulakukan itu sayangku…
Karena aku begitu takut kehilanganmu...
Begitu besar cintaku atasmu
Meski dipersandingkan oleh yang “ tak bernama “ di telepon genggammu

Aku hanya mampu menulisnya
Di secarik kertas usang di meja kantorku
Tak perlu ada yang tahu
Seperti engkau menyembunyikan kisahmu padaku
Tanpa seorang pun yang tahu...

Hanya satu doa terbesarku saat ini...
Semoga engkau benar-benar bahagia bersamaku
Dan suatu hari akan benar-benar mencintaiku
Dengan senyum yang benar-benar murni
Atas nama cintamu padaku, istriku...

Titipan cerita di kota seberang..
1908-0406

Tabe’


__Och@__

Please say something...
ketika hanya ujarmu
yang mampu menopang jiwaku
dan kehancuranku urung terjadi
demi onggokan asa yang terbujur di ruang imaji


Look at me babe...
hanya tatapanmu
yang mampu meluluhlantakkan ego dan ambisi
saat tuntutan zaman mendobrak nilai-nilai luhur cintaku atasmu


Don't leave me again...
tidakkah cukup air mataku
untuk menghalangi derap langkahmu
dan ungkapan penyesalan yang tak henti
atas segala tingkah yang tak engkau amini


Please give one more change...
untuk merombak topeng diri
dan menyimpan cinta hanya untukmu saja
mengubur smua kesalahan yang hampir tak termaafkan


Let me promise...
hanya engkau saja cinta terindah di hidupku
malaikat berwujud yang senantiasa hadir di mimpi indahku
selalu...selamanya...


12.30 saat lelah menggerogoti

Tabe'

Kepala ikan

Alkisah pada suatu hari, diadakan sebuah pesta emas peringatan 50 tahun pernikahan sepasang kakek-nenek. Pesta ini pun dihadiri oleh keluarga besar kakek dan nenek tersebut beserta kerabat dekat dan kenalan. Pasangan kakek-nenek ini dikenal sangat rukun, tidak pernah terdengar oleh siapapun bahkan pihak keluarga mengenai berita mereka perang mulut.

Singkat kata mereka telah mengarungi bahtera pernikahan yang cukup lama bagi kebanyakan orang. Mereka telah dikaruniai anak-anak yang sudah dewasa dan mandiri baik secara ekonomi maupun pribadi. Pasangan tersebut merupakan gambaran sebuah keluarga yang sangat ideal. Disela-sela acara makan malam yang telah tersedia, pasangan yang merayakan peringatan ulang tahun pernikahan mereka ini pun terlihat masih sangat romantis.

Di meja makan, telah tersedia hidangan ikan yang sangat menggiurkan yang merupakan kegemaran pasangan tersebut. Sang kakek pun, pertama kali melayani sang nenek dengan mengambil kepala ikan dan memberikannya kepada sang nenek, kemudian mengambil sisa ikan tersebut untuknya sendiri.Sang nenek melihat hal ini, perasaannya terharu bercampur kecewa dan heran.
Akhirnya sang nenek berkata kepada sang kakek : "Suamiku, kita telah melewati 50 tahun bahtera pernikahan kita. Ketika engkau memutuskan untuk melamarku, aku memutuskan untuk hidup bersamamu dan menerima dengan segala kekurangan yang ada untuk hidup sengsara denganmu walaupun aku tahu waktu itu kondisi keuangan engkau pas- pasan. Aku menerima hal tersebut karena aku sangat mencintaimu.Sejak awal pernikahan kita, ketika kita mendapatkan keberuntungan untuk dapat menyantap hidangan ikan, engkau selalu hanya memberiku kepala ikan yang sebetulnya sangat tidak aku suka, namun aku tetap menerimanya dengan mengabaikan ketidaksukaanku tersebut karena aku ingin membahagiakanmu. Aku tidak pernah lagi menikmati daging ikan yang sangat aku suka selama masa pernikahan kita. Sekarang pun, setelah kita berkecukupan, engkau tetap memberiku hidangan kepala ikan ini. Aku sangat kecewa, suamiku.
Aku tidak tahan lagi untuk mengungkapkan hal ini."Sang kakek pun terkejut dan bersedihlah hatinya mendengarkan penuturan sang nenek. Akhirnya, sang kakek pun menjawab : "Istriku, ketika engkau memutuskan untuk menikah denganku, aku sangat bahagia dan aku pun bertekad untuk selalu membahagiakanmu dengan memberikan yang terbaik untukmu.Sejujurnya, hidangan kepala ikan ini adalah hidangan yang sangat aku suka. Namun, aku selalu menyisihkan hidangan kepala ikan ini untukmu, karena aku ingin memberikan yang terbaik bagimu. Semenjak menikah denganmu, tidak pernah lagi aku menikmati hidangan kepala ikan yang sangat aku suka itu. Aku hanya bisa menikmati daging ikan yang tidak aku suka karena banyak tulangnya itu. Aku minta maaf, istriku."Mendengar hal tersebut, sang nenek pun menangis. Mereka pun akhirnya berpelukan.

Percakapan pasangan ini didengar oleh sebagian undangan yang hadir sehingga akhirnya mereka pun ikut terharu.


Kadang kala kita terkejut mendengar atau mengalami sendiri suatu hubungan yang sudah berjalan cukup lama dan tidak mengalami masalah yang berarti, kandas di tengah-tengah karena hal yang sepele, seperti masalah pada cerita di atas. Kualitas suatu hubungan tidak terletak pada lamanya hubungan tersebut, melainkan terletak sejauh mana kita mengenali pasangan kita masing- masing. Hal itu dapat dilakukan dengan komunikasi yang dilandasi dengan keterbukaan. Oleh karena itu, mulailah kita membina hubungan kita berlandaskan pada kejujuran, keterbukaan dan saling menghargai satu sama lain.


1908-0406

Tabe'


__Och@__

Muara itu ikut mengering
air matapun sekejap habis
seakan tak mampu lagi menitik digersangnya


Aku tetap mencoba berdiri setegak mungkin
tetap tersenyum seadanya
karena yakin...
jika Engkau ada di setiap helaan nafas
Menatapku, Mengasihiku, Mencintaiku
dengan Rahman bersama RahimMu


Aku terlanjur rapuh
namun Engkau mengingatkanku
dengan alur bahasa indahMu nan suci
bahwa ada makna dibalik segala


Rabbi...
Aku tak mampu mengambil pilihan
akan dua penjuru yang berlawanan
namun untuknya...
nyawapun aku mampu
asal tak ada duka, air mata, dan kesakitannya


Berikan aku jalan...
untuk BijakMu, AdilMu serta CintaMu
biar aku tak redup diserbu kelam
biar aku mampu lepas dari kubangan hitam


Rabbi...
salahkah yang ada di fikirku saat ini..???



Tabe'


__Och@__

Tak sehari resah bergulat bersama waktu
menyelam di palung nasib di kedalaman jiwa
bertemu kering kerontang saat haus akan suka
melawan dahaga di tengah samudera

Deburan serta hantaman kenyataan
tak menyurutkan langkah untuk menuju-Mu
menggumam asma-Mu di butiran tasbih
sebuah pengobat rindu yang tak terkuak pandangan

Aku takut Tuhan..
takut lebih mencintainya dibanding diri-Mu
saat lebih banyak waktu berfikir tentangnya
saat rasaku semakin kalah dengan logika
saat aku tak mampu lagi berkaca di hadapan kebenaran

Kucoba resapi kembali
satu per satu makna yang Engkau ukir di hidupku
kembali belajar bersyukur atas segala kado yang terberi
semoga..



Tabe’

__Och@__

Sekali lagi aku harus terdiam, ucapannya masuk akal lagi. Tepatnya kemaren saat ngobrol lepas di telepon iseng aku bertanya pada seorang kawan dekat " kok, mas gak lanjut S2 sih, kan mas dah mapan, kerjaan dah OK, jabatan dah bagus, sekarang kalo mas dah punya banyak waktu lowong selagi kerjaan gak padat dan gak ada agenda keluar kota, sempetin aja kuliah lagi.."

Eh..gak disangka jawabannya panjang.." untuk apa sih kuliah S2 de..? untuk nambah titel biar keliatan panjang maksud ade..? mas bisa kok satu setengah tahun mendapatkan titel S2,bahkan gak perlu cape2 kuliah tinggal siapkan duit segepok titel dah siap dipajang, tapi hal itu buat mas bukan jadi ukuran, intelektualitas seseorang gak harus diukur dari nama yang panjang dikarenakan titel apapun yang diperolehnya.., kecuali jika dia seorang pendidik yang harus bertitel lebih panjang untuk kualitas pengajaran yang lebih baik atau keselarasan jabatan atau anggota partai politik yang mendambakan posisi penting, tapi bagi mas itu gak menjamin..
Tinggi rendahnya titel seseorang gak mampu menjamin akan kejujuran, loyalitas, konsistensi, semua ditentukan atas kematangan emosional serta spiritual bukan karena kematangan pendidikan, bahkan tidak sedikit yang hanya bisa membodohi orang karena menganggap dia seorang yang jauh lebih
berpendidikan."

Di seberang telepon aku hanya bisa menggaruk kepala ( meski sebenarnya gak gatal ), menggumam dalam hati meski sebenarnya membenarkan apa yang dikatakannya..

" De..mas punya cerita, di dekat rumah mas banyak banget orang yang dahinya hitam, mas bertanya2 tanya dalam hati untuk apa sih dahi hitam itu..?? apakah untuk menunjukkan sisi kesalehan, bahwa dirinya adalah ahli ibadah..akhirnya mas tanya ke salah satu orang yang berdahi hitam itu yang umurnya kira-kira 22 tahun " kok bisa mas dahinya hitam, sering sujud yah..?? ahli ibadah dong..?? orang itu hanya tersenyum saja, " ah..gak juga kok pak, dahinya hitam karena sujud di ubin aja..gak seperti yang bapak maksud.., mas langsung jawab ..." ooo..tapi kenapa yah punggung manusia gak hitam2 padahal tiap hari tubuh bertumpu padanya saat tertidur, entah di tikar, di kasur atau ditanah..dan itu berlangsung terus setiap malam dan berjam-jam. adalagi, manusia kan sholat maksimal 10 menit di setiap shalat fardhunya ( dan itu di luar shalat sunat ) masa sih smpe menang dari punggung manusia. AA Gym aja yang kita tau seorang ulama yang pastinya suka ibadah gak terlihat dahi yang menghitam..apa karena masih kalah yah dengan ibadah kamu..?? anak itu hanya nyengir aja dengerin pertanyaan mas..

Gini De..( lanjutnya lagi ), mas bukannya sinis dengan orang2 seperti itu, hanya saja sisi kesalehan ataupun kebaikan kita untuk apa dipajang dan diperlihatkan ke orang2, apakah itu bukannya riya ?? dan bukannya riya hanya menghapus ibadah yang telah susah payah kita kerjakan..

Adalagi de, banyak masyarakat kita yang telah menunaikan ibadah haji, bgitu bangganya menyandang n menunjukkan predikat hajinya di depan namanya, padahal bukankah itu urusan vertikal, yang menilai adalah Sang Pencipta bukan masyarakat, bahkan dipestain dulu sebelum berangkat haji...Bener gak de..???
Aku hanya mampu menghela nafas panjang, dan meng-iyakan semua yang dikatakannya...
berkali-kali yang dikatakannya mampu membuatku berfikir lama, dan memang benar, kadang tidak sadar manusia hanya mengandalkan pujian dibanding keikhlasan, termasuk juga dengan hal-hal yang mestinya hanya Tuhan yang tahu harus diperlihatkan pula pada manusia...sekali lagi mengutip kalimatnya...UNTUK APA SIH....???

makasih untuk ceritanya...
kutunggu kabarmu kembali..
BE MY ......... ALWAYS


Tabe'



__Och@__

Sebuah salah pengertian yg mengakibatkan kehancuran sebuah rumah tangga.Tatkala nilai akhir sebuah kehidupan sudah terbuka, tetapi segalanya sudah terlambat. Membawa nenek utk tinggal bersama menghabiskan masa tuanya bersama kami, malah telah menghianati ikrar cinta yg telah kami buat selama ini,setelah 2 tahun menikah, saya dan suami setuju menjemput nenek di kampung utk tinggal bersama. Sejak kecil suami saya telah kehilangan ayahnya, dia adalah satu-satunya harapan nenek, nenek pula yg membesarkannya dan menyekolahkan dia hingga tamat kuliah.


Saya terus mengangguk tanda setuju, kami segera menyiapkan sebuah kamar yg menghadap taman untuk nenek, agar dia dapat berjemur, menanam bunga dan sebagainya. Suami berdiri di depan kamar yg sangat kaya dgn sinar matahari,tidak sepatah katapun yg terucap tiba-tiba saja dia mengangkat saya dan memutar-mutar saya seperti adegan dalam film India dan berkata :"Mari, kita jemput nenek di kampung".


Suami berbadan tinggi besar, aku suka sekali menyandarkan kepalaku ke dadanya yg bidang, ada suatu perasaan nyaman dan aman disana. Aku seperti sebuah boneka kecil yg kapan saja bisa diangkat dan dimasukan kedalam kantongnya. Kalau terjadi selisih paham diantara kami, dia suka tiba-tiba mengangkatku tinggi-tinggi diatas kepalanya dan diputar-putar sampai aku berteriak ketakutan baru sampai aku berteriak ketakutan baru diturunkan.Aku sungguh menikmati saat-saat seperti itu.


Kebiasaan nenek di kampung tidak berubah. Aku suka sekali menghias rumah dengan bunga segar, sampai akhirnya nenek tidak tahan lagi dan berkata kepada suami:"Istri kamu hidup foya-foya, buat apa beli bunga? Kan bunga tidak bisa dimakan?" Aku menjelaskannya kepada nenek: "Ibu, rumah dengan bunga segar membuat rumah terasa lebih nyaman dan suasana hati lebih gembira." Nenek berlalu sambil mendumel, suamiku berkata sambil tertawa: "Ibu, ini kebiasaan orang kota, lambat laun ibu akan terbiasa juga." Nenek tidak protes lagi, tetapi setiap kali melihatku pulang sambil membawa bunga,dia tidak bisa menahan diri untuk bertanya berapa harga bunga itu, setiap mendengar jawabanku dia selalu mencibir sambil menggeleng-gelengka n kepala. Setiap membawa pulang barang belanjaan,dia selalu tanya itu berapa harganya ,ini berapa.Setiap aku jawab, dia selalu berdecak dengan suara keras.Suamiku memencet hidungku sambil berkata:"Putriku, kan kamu bisa berbohong.Jangan katakan harga yang sebenarnya." Lambat laun, keharmonisan dalam rumah tanggaku mulai terusik.


Nenek sangat tidak bisa menerima melihat suamiku bangun pagi menyiapkan sarapan pagi untuk dia sendiri, di mata nenek seorang anak laki-laki masuk ke dapur adalah hal yang sangat memalukan. Di meja makan, wajah nenek selalu cemberut dan aku sengaja seperti tidak mengetahuinya. Nenek selalu membuat bunyi-bunyian dengan alat makan seperti sumpit dan sendok, itulah cara dia protes. Aku adalah instrukstur tari, seharian terus menari membuat badanku sangat letih, aku tidak ingin membuang waktu istirahatku dengan bangun pagi apalagi disaat musim dingin. Nenek kadang juga suka membantuku di dapur, tetapi makin dibantu aku menjadi semakin repot, misalnya; dia suka menyimpan semua kantong-kantong bekas belanjaan, dikumpulkan bisa untuk dijual katanya. Jadilah rumahku seperti tempat pemulungan kantong plastik, dimana-mana terlihat kantong plastik besar tempat semua kumpulan kantong plastik.


Kebiasaan nenek mencuci piring bekas makan tidak menggunakan cairan pencuci, agar supaya dia tidak tersinggung, aku selalu mencucinya sekali lagi pada saat dia sudah tidur.Suatu hari, nenek mendapati aku sedang mencuci piring malam harinya, dia segera masuk ke kamar sambil membanting pintu dan menangis. Suamiku jadi serba salah, malam itu kami tidur seperti orang bisu, aku coba bermanja-manja dengan dia, tetapi dia tidak perduli. Aku menjadi kecewa dan marah."Apa salahku?" Dia melotot sambil berkata: "Kenapa tidak kamu biarkan saja? Apakah memakan dengan pring itu bisa membuatmu mati?"


Aku dan nenek tidak bertegur sapa untuk waktu yg cukup lama, suasana mejadi kaku. Suamiku menjadi sangat kikuk, tidak tahu harus berpihak pada siapa? Nenek tidak lagi membiarkan suamiku masuk ke dapur, setiap pagi dia selalu bangun lebih pagi dan menyiapkan sarapan untuknya, suatu kebahagiaan terpancar di wajahnya jika melihat suamiku makan dengan lahap, dengan sinar mata yang seakan mencemohku sewaktu melihat padaku, seakan berkata dimana tanggung jawabmu sebagai seorang istri? Demi menjaga suasana pagi hari tidak terganggu, aku selalu membeli makanan diluar pada saat berangkat kerja. Saat tidur, suami berkata:"Lu Di, apakah kamu merasa masakan ibu tidak enak dan tidak bersih sehingga kamu tidak pernah makan di rumah?" sambil memunggungiku dia berkata tanpa menghiraukan air mata yg mengalir di kedua belah pipiku. Dan dia akhirnya berkata: "Anggaplah ini sebuah permintaanku, makanlah bersama kami setiap pagi." Aku mengiyakannya dan kembali ke meja makan yg serba canggung itu.


Pagi itu nenek memasak bubur, kami sedang makan dan tiba-tiba ada suatu perasaan yg sangat mual menimpaku, seakan-akan isi perut mau keluar semua. Aku menahannya sambil berlari ke kamar mandi, sampai disana aku segera mengeluarkan semua isi perut. Setelah agak reda, aku melihat suamiku berdiri didepan pintu kamar mandi dan memandangku dengan sinar mata yg tajam, diluar sana terdengar suara tangisan nenek dan berkata-kata dengan bahasa daerahnya. Aku terdiam dan terbengong tanpa bisa berkata-kata. Sungguh bukan sengaja aku berbuat demikian!. Pertama kali dalam perkawinanku, aku bertengkar hebat dengan suamiku, nenek melihat kami dengan mata merah dan berjalan menjauh……suamiku segera mengejarnya keluar rumah.


Menyambut anggota baru tetapi dibayar dengan nyawa nenek. Selama 3 hari suamiku tidak pulang ke rumah dan tidak juga meneleponku. Aku sangat kecewa, semenjak kedatangan nenek di rumah ini, aku sudah banyak mengalah, mau bagaimana lagi? Entah kenapa aku selalu merasa mual dan kehilangan nafsu makan ditambah lagi dengan keadaan rumahku yang kacau, sungguh sangat menyebalkan. Akhirnya teman sekerjaku berkata: "Lu Di, sebaiknya kamu periksa ke dokter."Hasil pemeriksaan menyatakan aku sedang hamil. Aku baru sadar mengapa aku mual-mual pagi itu. Sebuah berita gembira yg terselip juga kesedihan. Mengapa suami dan nenek sebagai orang yg berpengalaman tidak berpikir sampai sejauh itu?


Di pintu masuk rumah sakit aku melihat suamiku, 3 hari tidak bertemu dia berubah drastis, muka kusut kurang tidur, aku ingin segera berlalu tetapi rasa iba membuatku tertegun dan memanggilnya. Dia melihat ke arahku tetapi seakan akan tidak mengenaliku lagi, pandangan matanya penuh dengan kebencian dan itu melukaiku. Aku berkata pada diriku sendiri, jangan lagi melihatnya dan segera memanggil taksi. Padahal aku ingin memberitahunya bahwa kami akan segera memiliki seorang anak. Dan berharap aku akan diangkatnya tinggi-tinggi dan diputar-putar sampai aku minta ampun tetapi..... mimpiku tidak menjadi kenyataan. Didalam taksi air mataku mengalir dengan deras. Mengapa kesalah pahaman ini berakibat sangat buruk?


Sampai di rumah aku berbaring di ranjang memikirkan peristiwa tadi, memikirkan sinar matanya yg penuh dengan kebencian, aku menangis dengan sedihnya. Tengah malam,aku mendengar suara orang membuka laci, aku menyalakan lampu dan melihat dia dgn wajah berlinang air mata sedang mengambil uang dan buku tabungannya. Aku nenatapnya dengan dingin tanpa berkata-kata. Dia seperti tidak melihatku saja dan segera berlalu. Sepertinya dia sudah memutuskan utk meninggalkan aku. Sungguh lelaki yg sangat picik, dalam saat begini dia masih bisa membedakan antara cinta dengan uang. Aku tersenyum sambil menitikan air mata.


Aku tidak masuk kerja keesokan harinya, aku ingin secepatnya membereskan masalah ini, aku akan membicarakan semua masalah ini dan pergi mencarinya di kantornya.Di kantornya aku bertemu dengan seketarisnya yg melihatku dengan wajah bingung."Ibunya pak direktur baru saja mengalami kecelakaan lalu lintas dan sedang berada di rumah sakit. Mulutku terbuka lebar. Aku segera menuju rumah sakit dan saat menemukannya, nenek sudah meninggal. Suamiku tidak pernah menatapku, wajahnya kaku. Aku memandang jasad nenek yg terbujur kaku. Sambil menangis aku menjerit dalam hati:"Tuhan, mengapa ini bisa terjadi?" Sampai selesai upacara pemakaman, suamiku tidak pernah bertegur sapa denganku, jika memandangku selalu dengan pandangan penuh dengan kebencian.


Peristiwa kecelakaan itu aku juga tahu dari orang lain, pagi itu nenek berjalan ke arah terminal, rupanya dia mau kembali ke kampung. Suamiku mengejar sambil berlari, nenek juga berlari makin cepat sampai tidak melihat sebuah bus yg datang ke arahnya dengan kencang. Aku baru mengerti mengapa pandangan suamiku penuh dengan kebencian. Jika aku tidak muntah pagi itu, jika kami tidak bertengkar, jika........ ....dimatanya, akulah penyebab kematian nenek.


Suamiku pindah ke kamar nenek, setiap malam pulang kerja dengan badan penuh dengan bau asap rokok dan alkohol. Aku merasa bersalah tetapi juga merasa harga diriku terinjak-injak. Aku ingin menjelaskan bahwa semua ini bukan salahku dan juga memberitahunya bahwa kami akan segera mempunyai anak. Tetapi melihat sinar matanya, aku tidak pernah menjelaskan masalah ini. Aku rela dipukul atau dimaki-maki olehnya walaupun ini bukan salahku. Waktu berlalu dengan sangat lambat.Kami hidup serumah tetapi seperti tidak mengenal satu sama lain. Dia pulang makin larut malam. Suasana tegang didalam rumah.


Suatu hari, aku berjalan melewati sebuah café, melalui keremangan lampu dan kisi-kisi jendela, aku melihat suamiku dengan seorang wanita didalam. Dia sedang menyibak rambut sang gadis dengan mesra. Aku tertegun dan mengerti apa yg telah terjadi. Aku masuk ke dalam dan berdiri di depan mereka sambil menatap tajam kearahnya. Aku tidak menangis juga tidak berkata apapun karena aku juga tidak tahu harus berkata apa. Sang gadis melihatku dan ke arah suamiku dan segera hendak berlalu. Tetapi dicegah oleh suamiku dan menatap kembali ke arahku dengan sinar mata yg tidak kalah tajam dariku. Suara detak jantungku terasa sangat keras, setiap detak suara seperti suara menuju kematian.


Akhirnya aku mengalah dan berlalu dari hadapan mereka, jika tidak.. mungkin aku akan jatuh bersama bayiku dihadapan mereka. Malam itu dia tidak pulang ke rumah. Seakan menjelaskan padaku apa yang telah terjadi. Sepeninggal nenek, rajutan cinta kasih kami juga

sepertinya telah berakhir. Dia tidak kembali lagi ke rumah, kadang sewaktu pulang ke rumah, aku mendapati lemari seperti bekas dibongkar. Aku tahu dia kembali mengambil barang-barang keperluannya. Aku tidak ingin menelepon dia walaupun kadang terbersit suatu keinginan untuk menjelaskan semua ini. Tetapi itu tidak terjadi..... ...., semua berlalu begitu saja.


Aku mulai hidup seorang diri, pergi check kandungan seorang diri. Setiap kali melihat sepasang suami istri sedang check kandungan bersama, hati ini serasa hancur. Teman-teman menyarankan agar aku membuang saja bayi ini, tetapi aku seperti orang yg sedang histeris mempertahankan miliknya. Hitung-hitung sebagai pembuktian kepada nenek bahwa aku tidak bersalah.


"Suatu hari pulang kerja,aku melihat dia duduk didepan ruang tamu. Ruangan penuh dengan asap rokok dan ada selembar kertas diatas meja, tidak perlu tanya aku juga tahu surat apa itu.2 bulan hidup sendiri, aku sudah bisa mengontrol emosi. Sambil membuka mantel dan topi aku berkata kepadanya: "Tunggu sebentar, aku akan segera menanda tanganinya"" .Dia melihatku dengan pandangan awut-awutan demikian juga aku. Aku berkata pada diri sendiri, jangan menangis, jangan menangis. Mata ini terasa sakit sekali tetapi aku terus bertahan agar air mata ini tidak keluar.


Selesai membuka mantel, aku berjalan ke arahnya dan ternyata dia memperhatikan perutku yg agak membuncit. Sambil duduk di kursi, aku menanda tangani surat itu dan menyodorkan kepadanya." De, kamu hamil?"" Semenjak nenek meninggal, itulah pertama kali dia berbicara kepadaku. Aku tidak bisa lagi membendung air mataku yg menglir keluar dengan derasnya. Aku menjawab: "Iya, tetapi tidak apa-apa. Kamu sudah boleh pergi". Dia tidak pergi, dalam keremangan ruangan kami saling berpandangan. Perlahan-lahan dia membungkukan badannya ke tanganku, air matanya terasa menembus lengan bajuku. Tetapi di lubuk hatiku, semua sudah berlalu, banyak hal yg sudah pergi dan tidak bisa diambil kembali."Entah sudah berapa kali aku mendengar dia mengucapkan kata: "Maafkan aku, maafkan aku". Aku pernah berpikir untuk memaafkannya tetapi tidak bisa. Tatapan matanya di cafe itu tidak akan pernah aku lupakan.Cinta diantara kami telah ada sebuah luka yg menganga. Semua ini adalah sebuah akibat kesengajaan darinya.


Berharap dinding es itu akan mencair, tetapi yang telah berlalu tidak akan pernah kembali. Hanya sewaktu memikirkan bayiku, aku bisa bertahan untuk terus hidup. Terhadapnya, hatiku dingin bagaikan es, tidak pernah menyentuh semua makanan pembelian dia, tidak menerima semua hadiah pemberiannya tidak juga berbicara lagi dengannya. Sejak menanda tangani surat itu, semua cintaku padanya sudah berlalu, harapanku telah lenyap tidak berbekas.


Kadang dia mencoba masuk ke kamar untuk tidur bersamaku, aku segera berlalu ke ruang tamu, dia terpaksa kembali ke kamar nenek. Malam hari, terdengar suara orang mengerang dari kamar nenek tetapi aku tidak perduli. Itu adalah permainan dia dari dulu. Jika aku tidak perduli padanya, dia akan berpura-pura sakit sampai aku menghampirinya dan bertanya apa yang sakit. Dia lalu akan memelukku sambil tertawa terbahak-bahak. Dia lupa........ , itu adalah dulu, saat cintaku masih membara, sekarang apa lagi yg aku miliki?


Begitu seterusnya, setiap malam aku mendengar suara orang mengerang sampai anakku lahir. Hampir setiap hari dia selalu membeli barang-barang perlengkapan bayi, perlengkapan anak-anak dan buku-buku bacaan untuk anak-anak. Setumpuk demi setumpuk sampai kamarnya penuh sesak dengan barang-barang. Aku tahu dia mencoba menarik simpatiku tetapi aku tidak bergeming. Terpaksa dia mengurung diri dalam kamar, malam hari dari kamarnya selalu terdengar suara pencetan keyboard komputer. Mungkin dia lagi tergila-gila chatting dan berpacaran di dunia maya pikirku. Bagiku itu bukan lagi suatu masalah.


Suatu malam di musim semi, perutku tiba-tiba terasa sangat sakit dan aku berteriak dengan suara yg keras. Dia segera berlari masuk ke kamar, sepertinya dia tidak pernah tidur. Saat inilah yg ditunggu-tunggu olehnya. Aku digendongnya dan berlari mencari taksi ke rumah sakit. Sepanjang jalan, dia mengenggam dengan erat tanganku, menghapus keringat dingin yg mengalir di dahiku. Sampai di rumah sakit, aku segera digendongnya menuju ruang bersalin. Di punggungnya yg kurus kering, aku terbaring dengan hangat dalam dekapannya. Sepanjang hidupku, siapa lagi yg mencintaiku sedemikian rupa jika bukan dia?


Sampai dipintu ruang bersalin, dia memandangku dengan tatapan penuh kasih sayang saat aku didorong menuju persalinan, sambil menahan sakit aku masih sempat tersenyum padanya. Keluar dari ruang bersalin, dia memandang aku dan anakku dengan wajah penuh dengan air mata sambil tersenyum bahagia. Aku memegang tangannya, dia membalas memandangku dengan bahagia, tersenyum dan menangis lalu terjerambab ke lantai. Aku berteriak histeris memanggil namanya.


Setelah sadar, dia tersenyum tetapi tidak bisa membuka matanya………aku pernah berpikir tidak akan lagi meneteskan sebutir air matapun untuknya, tetapi kenyataannya tidak demikian, aku tidak pernah merasakan sesakit saat ini. Kata dokter, kanker hatinya sudah sampai pada stadium mematikan, bisa bertahan sampai hari ini sudah merupakan sebuah mukjijat. Aku tanya kapankah kanker itu terdeteksi? 5 bulan yg lalu kata dokter, bersiap-siaplah menghadapi kemungkinan terburuk. Aku tidak lagi perduli dengan nasehat perawat, aku segera pulang ke rumah dan ke kamar nenek lalu menyalakan komputer.


Ternyata selama ini suara orang mengerang adalah benar apa adanya, aku masih berpikir dia sedang bersandiwara…………Sebuah surat yg sangat panjang ada di dalam komputer yg ditujukan kepada anak kami."Anakku, demi dirimu aku terus bertahan, sampai aku bisa melihatmu. Itu adalah harapanku. Aku tahu dalam hidup ini, kita akan menghadapi semua bentuk kebahagiaan dan kekecewaan, sungguh bahagia jika aku bisa melaluinya bersamamu tetapi ayah tidak mempunyai kesempatan untuk itu. Di dalam komputer ini, ayah mencoba memberikan saran dan nasehat terhadap segala kemungkinan hidup yg akan kamu hadapi. Kamu boleh mempertimbangkan saran ayah. "Anakku, selesai menulis surat ini, ayah merasa telah menemanimu hidup selama bertahun -tahun. Ayah sungguh bahagia. Cintailah ibumu, dia sungguh menderita, dia adalah orang yg paling mencintaimu dan dia adalah orang yg paling ayah cintai".


Mulai dari kejadian yg mungkin akan terjadi sejak TK, SD, SMP, SMA sampai kuliah, semua tertulis dengan lengkap didalamnya. Dia juga menulis sebuah surat untukku. "Kasihku, dapat menikahimu adalah hal yg paling bahagia aku rasakan dalam hidup ini. Maafkan salahku, maafkan aku tidak pernah memberitahumu tentang penyakitku. Aku tidak mau kesehatan bayi kita terganggu oleh karenanya. Kasihku, jika engkau menangis sewaktu membaca surat ini, berarti kau telah memaafkan aku. Terima kasih atas cintamu padaku selama ini. Hadiah-hadiah ini aku tidak punya kesempatan untuk memberikannya pada anak kita. Pada bungkusan hadiah tertulis semua tahun pemberian padanya".


Kembali ke rumah sakit, suamiku masih terbaring lemah. Aku menggendong anak kami dan membaringkannya di atas dadanya sambil berkata: "Sayang, bukalah matamu sebentar saja, lihatlah anak kita. Aku mau dia merasakan kasih sayang dan hangatnya pelukan ayahnya". Dengan susah payah dia membuka matanya, tersenyum... ......... ..anak itu tetap dalam dekapannya, dengan tangannya yg mungil memegangi tangan ayahnya yg kurus dan lemah. Tidak tahu aku sudah menjepret berapa kali momen itu dengan kamera di tangan sambil berurai air mata........ ......... ...


Teman-teman terbaik, Oc sharing cerita ini kepada teman-teman, agar kita semua bisa menyimak pesan dari cerita ini.Mungkin saat ini air mata kalian sedang jatuh mengalir atau mata masih sembab sehabis menangis, ingatlah pesan dari cerita ini :"Jika ada sesuatu yg mengganjal di hati diantara kalian yg saling mengasihi, sebaiknya utarakanlah jangan simpan di dalam hati. Siapa tau apa yg akan terjadi besok? Ada sebuah pertanyaan: Jika kita tahu besok adalah hari kiamat, apakah kita akan menyesali semua hal yg telah kita perbuat? atau apa yg telah kita ucapkan? Sebelum segalanya menjadi terlambat, pikirlah matang2 semua yg akan kita lakukan sebelum kita menyesalinya seumur hidup.

" SMOGA ADA HIKMAH ATAS SMUA PJALANAN HIDUP KITA..."

@ Lelaki Terbaikku..: Kuatkan dirimu..ku kan slalu ada untukmu sampai kapanpun itu,
meski engkau lelah untuk menatap dunia, ijinkan mataku, tanganku,
menjadi matamu menggapai citamu...
Tetaplah hidup tidak hanya untukku..tetapi untuk dirimu di masa depanmu.


Tabe'


__Och@__

Bunda...
Engkau mengajari aku tentang kejujuran
namun mengapa tampak genangan duka yang terurai
dan jawaban yang tak jujur terbaca di matamu

Bunda...
Engkau mengajarkan aku keteguhan atas tiap keputusan
namun seperti engkau masih ragu
saat menapaki masa depan bersama kami

Bunda...
Engkau mengingatkanku untuk selalu kuat
atas terpaan emosi dan ambisi
namun aku melihatmu
sering menepi sendiri seakan tak mampu bertemu kenyataan

Ada apa bundaku tersayang...??
tidak cukupkah aku bagimu..??

Meski dunia meninggalkanmu jauh
aku akan selalu berdiri di sampingmu
KARENA AKU ADALAH ANAKMU...


Tabe'

__Och@__

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda