Sayang…
Ingatkah di awal kita bertemu
Engkau duduk terdiam di sudut ruangan
Sibuk memandangi jendela yang hanya terlihat kaca buram terbungkus debu tebal
Saat itu engkaupun tak sadar
Engkau dijadikan obyek pembicaraan aku dan kawan-kawanku
Di seberang tempat engkau terduduk lama

Tak henti aku mencuri pandang
Hanya sekedar melihat ekspresi wajahmu yang tampak sendu
Namun mampu menciptakan riak dan mendamaikan hatiku
Dan sekejap aku menyakinkan diri
Jika engkaulah wanita yang kelak menjadi pendampingku dan ibu dari anak-anakku

Tak pernah aku mampu memberanikan diri saat itu
Untuk menguak fakta yang tersembunyi di onggokan hatiku
Aku ingin sekali mengenalmu sedekat mungkin
Meski aku tahu bukan hanya aku yang menginginkanmu
Namun aku mampu menyakinkan diri
Jika kelak engkau akan memilihku

Dan..
Akhirnya benar
Engkaupun memilihku
Namun tak pernah kudapati alasan yang tepat mengapa engkau memilihku
Apakah karena aku adalah pilihan keluargamu
Ataukah..
Aku pelarian yang terbaik di kisahmu

Dua tahun berjalan
Ikatan kita terikrar di hadapan Tuhan
Aku masih tetap berusaha merebut cintamu
Meski aku telah memilikimu
Tetapi tetap saja kutemukan ruang kosong dimatamu
Tetap saja kurasakan ada yang tertutup rapat di dasar hatimu

Sampai akhirnya…
Kuberanikan membuka pesan yang tersimpan begitu rapi
Di telepon genggammu..
Saat engkau tak ingat untuk membawanya ke tempat kerjamu
Kubaca dari pesan yang “ tak bernama” :
“ De..., jangan meminta aku untuk berhenti mencintaimu, aku telah berani berjanji atas diri kepada Tuhan di setiap doa-doaku, hanya dirimu wanita yang akan tetap ada di hidupku, meski tak mampu terjangkau olehku, tetapi aku yakin aku telah menjangkau dan memiliki hatimu sejak dulu hingga hari ini. Bahagialah dengan keluarga kecilmu, dan satu permohonanku, ijinkan aku tetap seperti ini, bahagia dengan caraku sendiri, dan sendiri tanpa wanita selain dirimu di hatiku..”

Rasanya begitu sakit..
Ada yang tergenang dan ingin tumpah sejadi-jadinya
Aku laki-laki..tetapi akupun manusia perasa
Ternyata ada yang begitu mencintaimu selain diriku
Dan aku ingin marah..
Aku ingin murka...
Tetapi ingin menyalahkan siapa...???

Ternyata pertanyaan dan kebingunganku
Terjawab tanpa ungkapan langsung dari bibirmu
Pantas saja hanya senyum hampa serta tatapan kosong yang aku dapati
Saat tanyaku selalu..
Di setiap pagi ketika akan berangkat kerja..
Engkau mencintai suamimu ini kan De..?
Dan menemukan mata yang sembab tanpa alasan

Akhirnya...
Aku hanya mampu terdiam
Tak berani bercerita kepadamu
Tentang hal yang terjadi di diriku hari ini
Karena aku tahu…
Engkau pasti menanti pertanyaan yang akan menyudutkanmu
Dan engkau pasti sangat bersedia untuk disalahkan dan menjadi obyek murkaku
Tetapi tidak kulakukan itu sayangku…
Karena aku begitu takut kehilanganmu...
Begitu besar cintaku atasmu
Meski dipersandingkan oleh yang “ tak bernama “ di telepon genggammu

Aku hanya mampu menulisnya
Di secarik kertas usang di meja kantorku
Tak perlu ada yang tahu
Seperti engkau menyembunyikan kisahmu padaku
Tanpa seorang pun yang tahu...

Hanya satu doa terbesarku saat ini...
Semoga engkau benar-benar bahagia bersamaku
Dan suatu hari akan benar-benar mencintaiku
Dengan senyum yang benar-benar murni
Atas nama cintamu padaku, istriku...

Titipan cerita di kota seberang..
1908-0406

Tabe’


__Och@__

Please say something...
ketika hanya ujarmu
yang mampu menopang jiwaku
dan kehancuranku urung terjadi
demi onggokan asa yang terbujur di ruang imaji


Look at me babe...
hanya tatapanmu
yang mampu meluluhlantakkan ego dan ambisi
saat tuntutan zaman mendobrak nilai-nilai luhur cintaku atasmu


Don't leave me again...
tidakkah cukup air mataku
untuk menghalangi derap langkahmu
dan ungkapan penyesalan yang tak henti
atas segala tingkah yang tak engkau amini


Please give one more change...
untuk merombak topeng diri
dan menyimpan cinta hanya untukmu saja
mengubur smua kesalahan yang hampir tak termaafkan


Let me promise...
hanya engkau saja cinta terindah di hidupku
malaikat berwujud yang senantiasa hadir di mimpi indahku
selalu...selamanya...


12.30 saat lelah menggerogoti

Tabe'

Kepala ikan

Alkisah pada suatu hari, diadakan sebuah pesta emas peringatan 50 tahun pernikahan sepasang kakek-nenek. Pesta ini pun dihadiri oleh keluarga besar kakek dan nenek tersebut beserta kerabat dekat dan kenalan. Pasangan kakek-nenek ini dikenal sangat rukun, tidak pernah terdengar oleh siapapun bahkan pihak keluarga mengenai berita mereka perang mulut.

Singkat kata mereka telah mengarungi bahtera pernikahan yang cukup lama bagi kebanyakan orang. Mereka telah dikaruniai anak-anak yang sudah dewasa dan mandiri baik secara ekonomi maupun pribadi. Pasangan tersebut merupakan gambaran sebuah keluarga yang sangat ideal. Disela-sela acara makan malam yang telah tersedia, pasangan yang merayakan peringatan ulang tahun pernikahan mereka ini pun terlihat masih sangat romantis.

Di meja makan, telah tersedia hidangan ikan yang sangat menggiurkan yang merupakan kegemaran pasangan tersebut. Sang kakek pun, pertama kali melayani sang nenek dengan mengambil kepala ikan dan memberikannya kepada sang nenek, kemudian mengambil sisa ikan tersebut untuknya sendiri.Sang nenek melihat hal ini, perasaannya terharu bercampur kecewa dan heran.
Akhirnya sang nenek berkata kepada sang kakek : "Suamiku, kita telah melewati 50 tahun bahtera pernikahan kita. Ketika engkau memutuskan untuk melamarku, aku memutuskan untuk hidup bersamamu dan menerima dengan segala kekurangan yang ada untuk hidup sengsara denganmu walaupun aku tahu waktu itu kondisi keuangan engkau pas- pasan. Aku menerima hal tersebut karena aku sangat mencintaimu.Sejak awal pernikahan kita, ketika kita mendapatkan keberuntungan untuk dapat menyantap hidangan ikan, engkau selalu hanya memberiku kepala ikan yang sebetulnya sangat tidak aku suka, namun aku tetap menerimanya dengan mengabaikan ketidaksukaanku tersebut karena aku ingin membahagiakanmu. Aku tidak pernah lagi menikmati daging ikan yang sangat aku suka selama masa pernikahan kita. Sekarang pun, setelah kita berkecukupan, engkau tetap memberiku hidangan kepala ikan ini. Aku sangat kecewa, suamiku.
Aku tidak tahan lagi untuk mengungkapkan hal ini."Sang kakek pun terkejut dan bersedihlah hatinya mendengarkan penuturan sang nenek. Akhirnya, sang kakek pun menjawab : "Istriku, ketika engkau memutuskan untuk menikah denganku, aku sangat bahagia dan aku pun bertekad untuk selalu membahagiakanmu dengan memberikan yang terbaik untukmu.Sejujurnya, hidangan kepala ikan ini adalah hidangan yang sangat aku suka. Namun, aku selalu menyisihkan hidangan kepala ikan ini untukmu, karena aku ingin memberikan yang terbaik bagimu. Semenjak menikah denganmu, tidak pernah lagi aku menikmati hidangan kepala ikan yang sangat aku suka itu. Aku hanya bisa menikmati daging ikan yang tidak aku suka karena banyak tulangnya itu. Aku minta maaf, istriku."Mendengar hal tersebut, sang nenek pun menangis. Mereka pun akhirnya berpelukan.

Percakapan pasangan ini didengar oleh sebagian undangan yang hadir sehingga akhirnya mereka pun ikut terharu.


Kadang kala kita terkejut mendengar atau mengalami sendiri suatu hubungan yang sudah berjalan cukup lama dan tidak mengalami masalah yang berarti, kandas di tengah-tengah karena hal yang sepele, seperti masalah pada cerita di atas. Kualitas suatu hubungan tidak terletak pada lamanya hubungan tersebut, melainkan terletak sejauh mana kita mengenali pasangan kita masing- masing. Hal itu dapat dilakukan dengan komunikasi yang dilandasi dengan keterbukaan. Oleh karena itu, mulailah kita membina hubungan kita berlandaskan pada kejujuran, keterbukaan dan saling menghargai satu sama lain.


1908-0406

Tabe'


__Och@__

Muara itu ikut mengering
air matapun sekejap habis
seakan tak mampu lagi menitik digersangnya


Aku tetap mencoba berdiri setegak mungkin
tetap tersenyum seadanya
karena yakin...
jika Engkau ada di setiap helaan nafas
Menatapku, Mengasihiku, Mencintaiku
dengan Rahman bersama RahimMu


Aku terlanjur rapuh
namun Engkau mengingatkanku
dengan alur bahasa indahMu nan suci
bahwa ada makna dibalik segala


Rabbi...
Aku tak mampu mengambil pilihan
akan dua penjuru yang berlawanan
namun untuknya...
nyawapun aku mampu
asal tak ada duka, air mata, dan kesakitannya


Berikan aku jalan...
untuk BijakMu, AdilMu serta CintaMu
biar aku tak redup diserbu kelam
biar aku mampu lepas dari kubangan hitam


Rabbi...
salahkah yang ada di fikirku saat ini..???



Tabe'


__Och@__

Tak sehari resah bergulat bersama waktu
menyelam di palung nasib di kedalaman jiwa
bertemu kering kerontang saat haus akan suka
melawan dahaga di tengah samudera

Deburan serta hantaman kenyataan
tak menyurutkan langkah untuk menuju-Mu
menggumam asma-Mu di butiran tasbih
sebuah pengobat rindu yang tak terkuak pandangan

Aku takut Tuhan..
takut lebih mencintainya dibanding diri-Mu
saat lebih banyak waktu berfikir tentangnya
saat rasaku semakin kalah dengan logika
saat aku tak mampu lagi berkaca di hadapan kebenaran

Kucoba resapi kembali
satu per satu makna yang Engkau ukir di hidupku
kembali belajar bersyukur atas segala kado yang terberi
semoga..



Tabe’

__Och@__

Sekali lagi aku harus terdiam, ucapannya masuk akal lagi. Tepatnya kemaren saat ngobrol lepas di telepon iseng aku bertanya pada seorang kawan dekat " kok, mas gak lanjut S2 sih, kan mas dah mapan, kerjaan dah OK, jabatan dah bagus, sekarang kalo mas dah punya banyak waktu lowong selagi kerjaan gak padat dan gak ada agenda keluar kota, sempetin aja kuliah lagi.."

Eh..gak disangka jawabannya panjang.." untuk apa sih kuliah S2 de..? untuk nambah titel biar keliatan panjang maksud ade..? mas bisa kok satu setengah tahun mendapatkan titel S2,bahkan gak perlu cape2 kuliah tinggal siapkan duit segepok titel dah siap dipajang, tapi hal itu buat mas bukan jadi ukuran, intelektualitas seseorang gak harus diukur dari nama yang panjang dikarenakan titel apapun yang diperolehnya.., kecuali jika dia seorang pendidik yang harus bertitel lebih panjang untuk kualitas pengajaran yang lebih baik atau keselarasan jabatan atau anggota partai politik yang mendambakan posisi penting, tapi bagi mas itu gak menjamin..
Tinggi rendahnya titel seseorang gak mampu menjamin akan kejujuran, loyalitas, konsistensi, semua ditentukan atas kematangan emosional serta spiritual bukan karena kematangan pendidikan, bahkan tidak sedikit yang hanya bisa membodohi orang karena menganggap dia seorang yang jauh lebih
berpendidikan."

Di seberang telepon aku hanya bisa menggaruk kepala ( meski sebenarnya gak gatal ), menggumam dalam hati meski sebenarnya membenarkan apa yang dikatakannya..

" De..mas punya cerita, di dekat rumah mas banyak banget orang yang dahinya hitam, mas bertanya2 tanya dalam hati untuk apa sih dahi hitam itu..?? apakah untuk menunjukkan sisi kesalehan, bahwa dirinya adalah ahli ibadah..akhirnya mas tanya ke salah satu orang yang berdahi hitam itu yang umurnya kira-kira 22 tahun " kok bisa mas dahinya hitam, sering sujud yah..?? ahli ibadah dong..?? orang itu hanya tersenyum saja, " ah..gak juga kok pak, dahinya hitam karena sujud di ubin aja..gak seperti yang bapak maksud.., mas langsung jawab ..." ooo..tapi kenapa yah punggung manusia gak hitam2 padahal tiap hari tubuh bertumpu padanya saat tertidur, entah di tikar, di kasur atau ditanah..dan itu berlangsung terus setiap malam dan berjam-jam. adalagi, manusia kan sholat maksimal 10 menit di setiap shalat fardhunya ( dan itu di luar shalat sunat ) masa sih smpe menang dari punggung manusia. AA Gym aja yang kita tau seorang ulama yang pastinya suka ibadah gak terlihat dahi yang menghitam..apa karena masih kalah yah dengan ibadah kamu..?? anak itu hanya nyengir aja dengerin pertanyaan mas..

Gini De..( lanjutnya lagi ), mas bukannya sinis dengan orang2 seperti itu, hanya saja sisi kesalehan ataupun kebaikan kita untuk apa dipajang dan diperlihatkan ke orang2, apakah itu bukannya riya ?? dan bukannya riya hanya menghapus ibadah yang telah susah payah kita kerjakan..

Adalagi de, banyak masyarakat kita yang telah menunaikan ibadah haji, bgitu bangganya menyandang n menunjukkan predikat hajinya di depan namanya, padahal bukankah itu urusan vertikal, yang menilai adalah Sang Pencipta bukan masyarakat, bahkan dipestain dulu sebelum berangkat haji...Bener gak de..???
Aku hanya mampu menghela nafas panjang, dan meng-iyakan semua yang dikatakannya...
berkali-kali yang dikatakannya mampu membuatku berfikir lama, dan memang benar, kadang tidak sadar manusia hanya mengandalkan pujian dibanding keikhlasan, termasuk juga dengan hal-hal yang mestinya hanya Tuhan yang tahu harus diperlihatkan pula pada manusia...sekali lagi mengutip kalimatnya...UNTUK APA SIH....???

makasih untuk ceritanya...
kutunggu kabarmu kembali..
BE MY ......... ALWAYS


Tabe'



__Och@__

Sebuah salah pengertian yg mengakibatkan kehancuran sebuah rumah tangga.Tatkala nilai akhir sebuah kehidupan sudah terbuka, tetapi segalanya sudah terlambat. Membawa nenek utk tinggal bersama menghabiskan masa tuanya bersama kami, malah telah menghianati ikrar cinta yg telah kami buat selama ini,setelah 2 tahun menikah, saya dan suami setuju menjemput nenek di kampung utk tinggal bersama. Sejak kecil suami saya telah kehilangan ayahnya, dia adalah satu-satunya harapan nenek, nenek pula yg membesarkannya dan menyekolahkan dia hingga tamat kuliah.


Saya terus mengangguk tanda setuju, kami segera menyiapkan sebuah kamar yg menghadap taman untuk nenek, agar dia dapat berjemur, menanam bunga dan sebagainya. Suami berdiri di depan kamar yg sangat kaya dgn sinar matahari,tidak sepatah katapun yg terucap tiba-tiba saja dia mengangkat saya dan memutar-mutar saya seperti adegan dalam film India dan berkata :"Mari, kita jemput nenek di kampung".


Suami berbadan tinggi besar, aku suka sekali menyandarkan kepalaku ke dadanya yg bidang, ada suatu perasaan nyaman dan aman disana. Aku seperti sebuah boneka kecil yg kapan saja bisa diangkat dan dimasukan kedalam kantongnya. Kalau terjadi selisih paham diantara kami, dia suka tiba-tiba mengangkatku tinggi-tinggi diatas kepalanya dan diputar-putar sampai aku berteriak ketakutan baru sampai aku berteriak ketakutan baru diturunkan.Aku sungguh menikmati saat-saat seperti itu.


Kebiasaan nenek di kampung tidak berubah. Aku suka sekali menghias rumah dengan bunga segar, sampai akhirnya nenek tidak tahan lagi dan berkata kepada suami:"Istri kamu hidup foya-foya, buat apa beli bunga? Kan bunga tidak bisa dimakan?" Aku menjelaskannya kepada nenek: "Ibu, rumah dengan bunga segar membuat rumah terasa lebih nyaman dan suasana hati lebih gembira." Nenek berlalu sambil mendumel, suamiku berkata sambil tertawa: "Ibu, ini kebiasaan orang kota, lambat laun ibu akan terbiasa juga." Nenek tidak protes lagi, tetapi setiap kali melihatku pulang sambil membawa bunga,dia tidak bisa menahan diri untuk bertanya berapa harga bunga itu, setiap mendengar jawabanku dia selalu mencibir sambil menggeleng-gelengka n kepala. Setiap membawa pulang barang belanjaan,dia selalu tanya itu berapa harganya ,ini berapa.Setiap aku jawab, dia selalu berdecak dengan suara keras.Suamiku memencet hidungku sambil berkata:"Putriku, kan kamu bisa berbohong.Jangan katakan harga yang sebenarnya." Lambat laun, keharmonisan dalam rumah tanggaku mulai terusik.


Nenek sangat tidak bisa menerima melihat suamiku bangun pagi menyiapkan sarapan pagi untuk dia sendiri, di mata nenek seorang anak laki-laki masuk ke dapur adalah hal yang sangat memalukan. Di meja makan, wajah nenek selalu cemberut dan aku sengaja seperti tidak mengetahuinya. Nenek selalu membuat bunyi-bunyian dengan alat makan seperti sumpit dan sendok, itulah cara dia protes. Aku adalah instrukstur tari, seharian terus menari membuat badanku sangat letih, aku tidak ingin membuang waktu istirahatku dengan bangun pagi apalagi disaat musim dingin. Nenek kadang juga suka membantuku di dapur, tetapi makin dibantu aku menjadi semakin repot, misalnya; dia suka menyimpan semua kantong-kantong bekas belanjaan, dikumpulkan bisa untuk dijual katanya. Jadilah rumahku seperti tempat pemulungan kantong plastik, dimana-mana terlihat kantong plastik besar tempat semua kumpulan kantong plastik.


Kebiasaan nenek mencuci piring bekas makan tidak menggunakan cairan pencuci, agar supaya dia tidak tersinggung, aku selalu mencucinya sekali lagi pada saat dia sudah tidur.Suatu hari, nenek mendapati aku sedang mencuci piring malam harinya, dia segera masuk ke kamar sambil membanting pintu dan menangis. Suamiku jadi serba salah, malam itu kami tidur seperti orang bisu, aku coba bermanja-manja dengan dia, tetapi dia tidak perduli. Aku menjadi kecewa dan marah."Apa salahku?" Dia melotot sambil berkata: "Kenapa tidak kamu biarkan saja? Apakah memakan dengan pring itu bisa membuatmu mati?"


Aku dan nenek tidak bertegur sapa untuk waktu yg cukup lama, suasana mejadi kaku. Suamiku menjadi sangat kikuk, tidak tahu harus berpihak pada siapa? Nenek tidak lagi membiarkan suamiku masuk ke dapur, setiap pagi dia selalu bangun lebih pagi dan menyiapkan sarapan untuknya, suatu kebahagiaan terpancar di wajahnya jika melihat suamiku makan dengan lahap, dengan sinar mata yang seakan mencemohku sewaktu melihat padaku, seakan berkata dimana tanggung jawabmu sebagai seorang istri? Demi menjaga suasana pagi hari tidak terganggu, aku selalu membeli makanan diluar pada saat berangkat kerja. Saat tidur, suami berkata:"Lu Di, apakah kamu merasa masakan ibu tidak enak dan tidak bersih sehingga kamu tidak pernah makan di rumah?" sambil memunggungiku dia berkata tanpa menghiraukan air mata yg mengalir di kedua belah pipiku. Dan dia akhirnya berkata: "Anggaplah ini sebuah permintaanku, makanlah bersama kami setiap pagi." Aku mengiyakannya dan kembali ke meja makan yg serba canggung itu.


Pagi itu nenek memasak bubur, kami sedang makan dan tiba-tiba ada suatu perasaan yg sangat mual menimpaku, seakan-akan isi perut mau keluar semua. Aku menahannya sambil berlari ke kamar mandi, sampai disana aku segera mengeluarkan semua isi perut. Setelah agak reda, aku melihat suamiku berdiri didepan pintu kamar mandi dan memandangku dengan sinar mata yg tajam, diluar sana terdengar suara tangisan nenek dan berkata-kata dengan bahasa daerahnya. Aku terdiam dan terbengong tanpa bisa berkata-kata. Sungguh bukan sengaja aku berbuat demikian!. Pertama kali dalam perkawinanku, aku bertengkar hebat dengan suamiku, nenek melihat kami dengan mata merah dan berjalan menjauh……suamiku segera mengejarnya keluar rumah.


Menyambut anggota baru tetapi dibayar dengan nyawa nenek. Selama 3 hari suamiku tidak pulang ke rumah dan tidak juga meneleponku. Aku sangat kecewa, semenjak kedatangan nenek di rumah ini, aku sudah banyak mengalah, mau bagaimana lagi? Entah kenapa aku selalu merasa mual dan kehilangan nafsu makan ditambah lagi dengan keadaan rumahku yang kacau, sungguh sangat menyebalkan. Akhirnya teman sekerjaku berkata: "Lu Di, sebaiknya kamu periksa ke dokter."Hasil pemeriksaan menyatakan aku sedang hamil. Aku baru sadar mengapa aku mual-mual pagi itu. Sebuah berita gembira yg terselip juga kesedihan. Mengapa suami dan nenek sebagai orang yg berpengalaman tidak berpikir sampai sejauh itu?


Di pintu masuk rumah sakit aku melihat suamiku, 3 hari tidak bertemu dia berubah drastis, muka kusut kurang tidur, aku ingin segera berlalu tetapi rasa iba membuatku tertegun dan memanggilnya. Dia melihat ke arahku tetapi seakan akan tidak mengenaliku lagi, pandangan matanya penuh dengan kebencian dan itu melukaiku. Aku berkata pada diriku sendiri, jangan lagi melihatnya dan segera memanggil taksi. Padahal aku ingin memberitahunya bahwa kami akan segera memiliki seorang anak. Dan berharap aku akan diangkatnya tinggi-tinggi dan diputar-putar sampai aku minta ampun tetapi..... mimpiku tidak menjadi kenyataan. Didalam taksi air mataku mengalir dengan deras. Mengapa kesalah pahaman ini berakibat sangat buruk?


Sampai di rumah aku berbaring di ranjang memikirkan peristiwa tadi, memikirkan sinar matanya yg penuh dengan kebencian, aku menangis dengan sedihnya. Tengah malam,aku mendengar suara orang membuka laci, aku menyalakan lampu dan melihat dia dgn wajah berlinang air mata sedang mengambil uang dan buku tabungannya. Aku nenatapnya dengan dingin tanpa berkata-kata. Dia seperti tidak melihatku saja dan segera berlalu. Sepertinya dia sudah memutuskan utk meninggalkan aku. Sungguh lelaki yg sangat picik, dalam saat begini dia masih bisa membedakan antara cinta dengan uang. Aku tersenyum sambil menitikan air mata.


Aku tidak masuk kerja keesokan harinya, aku ingin secepatnya membereskan masalah ini, aku akan membicarakan semua masalah ini dan pergi mencarinya di kantornya.Di kantornya aku bertemu dengan seketarisnya yg melihatku dengan wajah bingung."Ibunya pak direktur baru saja mengalami kecelakaan lalu lintas dan sedang berada di rumah sakit. Mulutku terbuka lebar. Aku segera menuju rumah sakit dan saat menemukannya, nenek sudah meninggal. Suamiku tidak pernah menatapku, wajahnya kaku. Aku memandang jasad nenek yg terbujur kaku. Sambil menangis aku menjerit dalam hati:"Tuhan, mengapa ini bisa terjadi?" Sampai selesai upacara pemakaman, suamiku tidak pernah bertegur sapa denganku, jika memandangku selalu dengan pandangan penuh dengan kebencian.


Peristiwa kecelakaan itu aku juga tahu dari orang lain, pagi itu nenek berjalan ke arah terminal, rupanya dia mau kembali ke kampung. Suamiku mengejar sambil berlari, nenek juga berlari makin cepat sampai tidak melihat sebuah bus yg datang ke arahnya dengan kencang. Aku baru mengerti mengapa pandangan suamiku penuh dengan kebencian. Jika aku tidak muntah pagi itu, jika kami tidak bertengkar, jika........ ....dimatanya, akulah penyebab kematian nenek.


Suamiku pindah ke kamar nenek, setiap malam pulang kerja dengan badan penuh dengan bau asap rokok dan alkohol. Aku merasa bersalah tetapi juga merasa harga diriku terinjak-injak. Aku ingin menjelaskan bahwa semua ini bukan salahku dan juga memberitahunya bahwa kami akan segera mempunyai anak. Tetapi melihat sinar matanya, aku tidak pernah menjelaskan masalah ini. Aku rela dipukul atau dimaki-maki olehnya walaupun ini bukan salahku. Waktu berlalu dengan sangat lambat.Kami hidup serumah tetapi seperti tidak mengenal satu sama lain. Dia pulang makin larut malam. Suasana tegang didalam rumah.


Suatu hari, aku berjalan melewati sebuah café, melalui keremangan lampu dan kisi-kisi jendela, aku melihat suamiku dengan seorang wanita didalam. Dia sedang menyibak rambut sang gadis dengan mesra. Aku tertegun dan mengerti apa yg telah terjadi. Aku masuk ke dalam dan berdiri di depan mereka sambil menatap tajam kearahnya. Aku tidak menangis juga tidak berkata apapun karena aku juga tidak tahu harus berkata apa. Sang gadis melihatku dan ke arah suamiku dan segera hendak berlalu. Tetapi dicegah oleh suamiku dan menatap kembali ke arahku dengan sinar mata yg tidak kalah tajam dariku. Suara detak jantungku terasa sangat keras, setiap detak suara seperti suara menuju kematian.


Akhirnya aku mengalah dan berlalu dari hadapan mereka, jika tidak.. mungkin aku akan jatuh bersama bayiku dihadapan mereka. Malam itu dia tidak pulang ke rumah. Seakan menjelaskan padaku apa yang telah terjadi. Sepeninggal nenek, rajutan cinta kasih kami juga

sepertinya telah berakhir. Dia tidak kembali lagi ke rumah, kadang sewaktu pulang ke rumah, aku mendapati lemari seperti bekas dibongkar. Aku tahu dia kembali mengambil barang-barang keperluannya. Aku tidak ingin menelepon dia walaupun kadang terbersit suatu keinginan untuk menjelaskan semua ini. Tetapi itu tidak terjadi..... ...., semua berlalu begitu saja.


Aku mulai hidup seorang diri, pergi check kandungan seorang diri. Setiap kali melihat sepasang suami istri sedang check kandungan bersama, hati ini serasa hancur. Teman-teman menyarankan agar aku membuang saja bayi ini, tetapi aku seperti orang yg sedang histeris mempertahankan miliknya. Hitung-hitung sebagai pembuktian kepada nenek bahwa aku tidak bersalah.


"Suatu hari pulang kerja,aku melihat dia duduk didepan ruang tamu. Ruangan penuh dengan asap rokok dan ada selembar kertas diatas meja, tidak perlu tanya aku juga tahu surat apa itu.2 bulan hidup sendiri, aku sudah bisa mengontrol emosi. Sambil membuka mantel dan topi aku berkata kepadanya: "Tunggu sebentar, aku akan segera menanda tanganinya"" .Dia melihatku dengan pandangan awut-awutan demikian juga aku. Aku berkata pada diri sendiri, jangan menangis, jangan menangis. Mata ini terasa sakit sekali tetapi aku terus bertahan agar air mata ini tidak keluar.


Selesai membuka mantel, aku berjalan ke arahnya dan ternyata dia memperhatikan perutku yg agak membuncit. Sambil duduk di kursi, aku menanda tangani surat itu dan menyodorkan kepadanya." De, kamu hamil?"" Semenjak nenek meninggal, itulah pertama kali dia berbicara kepadaku. Aku tidak bisa lagi membendung air mataku yg menglir keluar dengan derasnya. Aku menjawab: "Iya, tetapi tidak apa-apa. Kamu sudah boleh pergi". Dia tidak pergi, dalam keremangan ruangan kami saling berpandangan. Perlahan-lahan dia membungkukan badannya ke tanganku, air matanya terasa menembus lengan bajuku. Tetapi di lubuk hatiku, semua sudah berlalu, banyak hal yg sudah pergi dan tidak bisa diambil kembali."Entah sudah berapa kali aku mendengar dia mengucapkan kata: "Maafkan aku, maafkan aku". Aku pernah berpikir untuk memaafkannya tetapi tidak bisa. Tatapan matanya di cafe itu tidak akan pernah aku lupakan.Cinta diantara kami telah ada sebuah luka yg menganga. Semua ini adalah sebuah akibat kesengajaan darinya.


Berharap dinding es itu akan mencair, tetapi yang telah berlalu tidak akan pernah kembali. Hanya sewaktu memikirkan bayiku, aku bisa bertahan untuk terus hidup. Terhadapnya, hatiku dingin bagaikan es, tidak pernah menyentuh semua makanan pembelian dia, tidak menerima semua hadiah pemberiannya tidak juga berbicara lagi dengannya. Sejak menanda tangani surat itu, semua cintaku padanya sudah berlalu, harapanku telah lenyap tidak berbekas.


Kadang dia mencoba masuk ke kamar untuk tidur bersamaku, aku segera berlalu ke ruang tamu, dia terpaksa kembali ke kamar nenek. Malam hari, terdengar suara orang mengerang dari kamar nenek tetapi aku tidak perduli. Itu adalah permainan dia dari dulu. Jika aku tidak perduli padanya, dia akan berpura-pura sakit sampai aku menghampirinya dan bertanya apa yang sakit. Dia lalu akan memelukku sambil tertawa terbahak-bahak. Dia lupa........ , itu adalah dulu, saat cintaku masih membara, sekarang apa lagi yg aku miliki?


Begitu seterusnya, setiap malam aku mendengar suara orang mengerang sampai anakku lahir. Hampir setiap hari dia selalu membeli barang-barang perlengkapan bayi, perlengkapan anak-anak dan buku-buku bacaan untuk anak-anak. Setumpuk demi setumpuk sampai kamarnya penuh sesak dengan barang-barang. Aku tahu dia mencoba menarik simpatiku tetapi aku tidak bergeming. Terpaksa dia mengurung diri dalam kamar, malam hari dari kamarnya selalu terdengar suara pencetan keyboard komputer. Mungkin dia lagi tergila-gila chatting dan berpacaran di dunia maya pikirku. Bagiku itu bukan lagi suatu masalah.


Suatu malam di musim semi, perutku tiba-tiba terasa sangat sakit dan aku berteriak dengan suara yg keras. Dia segera berlari masuk ke kamar, sepertinya dia tidak pernah tidur. Saat inilah yg ditunggu-tunggu olehnya. Aku digendongnya dan berlari mencari taksi ke rumah sakit. Sepanjang jalan, dia mengenggam dengan erat tanganku, menghapus keringat dingin yg mengalir di dahiku. Sampai di rumah sakit, aku segera digendongnya menuju ruang bersalin. Di punggungnya yg kurus kering, aku terbaring dengan hangat dalam dekapannya. Sepanjang hidupku, siapa lagi yg mencintaiku sedemikian rupa jika bukan dia?


Sampai dipintu ruang bersalin, dia memandangku dengan tatapan penuh kasih sayang saat aku didorong menuju persalinan, sambil menahan sakit aku masih sempat tersenyum padanya. Keluar dari ruang bersalin, dia memandang aku dan anakku dengan wajah penuh dengan air mata sambil tersenyum bahagia. Aku memegang tangannya, dia membalas memandangku dengan bahagia, tersenyum dan menangis lalu terjerambab ke lantai. Aku berteriak histeris memanggil namanya.


Setelah sadar, dia tersenyum tetapi tidak bisa membuka matanya………aku pernah berpikir tidak akan lagi meneteskan sebutir air matapun untuknya, tetapi kenyataannya tidak demikian, aku tidak pernah merasakan sesakit saat ini. Kata dokter, kanker hatinya sudah sampai pada stadium mematikan, bisa bertahan sampai hari ini sudah merupakan sebuah mukjijat. Aku tanya kapankah kanker itu terdeteksi? 5 bulan yg lalu kata dokter, bersiap-siaplah menghadapi kemungkinan terburuk. Aku tidak lagi perduli dengan nasehat perawat, aku segera pulang ke rumah dan ke kamar nenek lalu menyalakan komputer.


Ternyata selama ini suara orang mengerang adalah benar apa adanya, aku masih berpikir dia sedang bersandiwara…………Sebuah surat yg sangat panjang ada di dalam komputer yg ditujukan kepada anak kami."Anakku, demi dirimu aku terus bertahan, sampai aku bisa melihatmu. Itu adalah harapanku. Aku tahu dalam hidup ini, kita akan menghadapi semua bentuk kebahagiaan dan kekecewaan, sungguh bahagia jika aku bisa melaluinya bersamamu tetapi ayah tidak mempunyai kesempatan untuk itu. Di dalam komputer ini, ayah mencoba memberikan saran dan nasehat terhadap segala kemungkinan hidup yg akan kamu hadapi. Kamu boleh mempertimbangkan saran ayah. "Anakku, selesai menulis surat ini, ayah merasa telah menemanimu hidup selama bertahun -tahun. Ayah sungguh bahagia. Cintailah ibumu, dia sungguh menderita, dia adalah orang yg paling mencintaimu dan dia adalah orang yg paling ayah cintai".


Mulai dari kejadian yg mungkin akan terjadi sejak TK, SD, SMP, SMA sampai kuliah, semua tertulis dengan lengkap didalamnya. Dia juga menulis sebuah surat untukku. "Kasihku, dapat menikahimu adalah hal yg paling bahagia aku rasakan dalam hidup ini. Maafkan salahku, maafkan aku tidak pernah memberitahumu tentang penyakitku. Aku tidak mau kesehatan bayi kita terganggu oleh karenanya. Kasihku, jika engkau menangis sewaktu membaca surat ini, berarti kau telah memaafkan aku. Terima kasih atas cintamu padaku selama ini. Hadiah-hadiah ini aku tidak punya kesempatan untuk memberikannya pada anak kita. Pada bungkusan hadiah tertulis semua tahun pemberian padanya".


Kembali ke rumah sakit, suamiku masih terbaring lemah. Aku menggendong anak kami dan membaringkannya di atas dadanya sambil berkata: "Sayang, bukalah matamu sebentar saja, lihatlah anak kita. Aku mau dia merasakan kasih sayang dan hangatnya pelukan ayahnya". Dengan susah payah dia membuka matanya, tersenyum... ......... ..anak itu tetap dalam dekapannya, dengan tangannya yg mungil memegangi tangan ayahnya yg kurus dan lemah. Tidak tahu aku sudah menjepret berapa kali momen itu dengan kamera di tangan sambil berurai air mata........ ......... ...


Teman-teman terbaik, Oc sharing cerita ini kepada teman-teman, agar kita semua bisa menyimak pesan dari cerita ini.Mungkin saat ini air mata kalian sedang jatuh mengalir atau mata masih sembab sehabis menangis, ingatlah pesan dari cerita ini :"Jika ada sesuatu yg mengganjal di hati diantara kalian yg saling mengasihi, sebaiknya utarakanlah jangan simpan di dalam hati. Siapa tau apa yg akan terjadi besok? Ada sebuah pertanyaan: Jika kita tahu besok adalah hari kiamat, apakah kita akan menyesali semua hal yg telah kita perbuat? atau apa yg telah kita ucapkan? Sebelum segalanya menjadi terlambat, pikirlah matang2 semua yg akan kita lakukan sebelum kita menyesalinya seumur hidup.

" SMOGA ADA HIKMAH ATAS SMUA PJALANAN HIDUP KITA..."

@ Lelaki Terbaikku..: Kuatkan dirimu..ku kan slalu ada untukmu sampai kapanpun itu,
meski engkau lelah untuk menatap dunia, ijinkan mataku, tanganku,
menjadi matamu menggapai citamu...
Tetaplah hidup tidak hanya untukku..tetapi untuk dirimu di masa depanmu.


Tabe'


__Och@__

Bunda...
Engkau mengajari aku tentang kejujuran
namun mengapa tampak genangan duka yang terurai
dan jawaban yang tak jujur terbaca di matamu

Bunda...
Engkau mengajarkan aku keteguhan atas tiap keputusan
namun seperti engkau masih ragu
saat menapaki masa depan bersama kami

Bunda...
Engkau mengingatkanku untuk selalu kuat
atas terpaan emosi dan ambisi
namun aku melihatmu
sering menepi sendiri seakan tak mampu bertemu kenyataan

Ada apa bundaku tersayang...??
tidak cukupkah aku bagimu..??

Meski dunia meninggalkanmu jauh
aku akan selalu berdiri di sampingmu
KARENA AKU ADALAH ANAKMU...


Tabe'

__Och@__

ketika..
kutapaki tingkatan langit yang berarak
untuk mendongakkan raga atas mimpi yang terjal

ketika...
kucumbui sunyi
untuk kutemukan damai bersama bayangmu

ketika...
kuhitung waktu
tik...tak..tik..tak..
perlahan dan begitu merisaukan
akhirnya engkau pergi bersama detaknya

ketika...
kupendam legamnya gelap
ternyata akupun tak mampu lepas di dalamnya

ketika...
kuramu harapan dalam kenyatan
sesakku berujung dukaku

katakan...
sejauh apalagi usahaku untuk bahagiamu
tidakkah itu terlalu lebih atas mampuku

sekarang...
redamkan amarahmu
dan pergilah jauh dari hidupku...

Tuhanlah menjadi saksi...
betapa perihku tak terbayarkan apapun..


Tabe

__Och@__

Kelvin Hui adalah seorang Web Publishing Businessman (Founder dari ambatch.com & SEO Master), yang berhasil mendapatkan kontrak dengan Yahoo! senilai 20 juta dollar hanya untuk mempromosikan Yahoo! Di Hongkong, Korea, dan Jepang selama tiga tahun!

Yang menarik, manusia ini justru sangat-sangat sederhana dalam berpakaian, tutur katanya sangat halus namun penuh kebijaksanaan yang membuat pemikiran saya berubah 180 derajat tentang keSUKSESan.

SUKSES itu sederhana, SUKSES tidak ada hubungannya dengan menjadi kaya raya, SUKSES itu tidak serumit/serahasia seperti kata Robert Kiyosaki/Tung Desem
Waringin, SUKSES itu tidak perlu dikejar, SUKSES adalah ANDA! Karena keSUKSESan terbesar ada pada diri Anda sendiri...

Bagaimana Anda tercipta dari pertarungan jutaan sperma untuk membuahi satu ovum, itu adalah SUKSES pertama Anda!

Bagaimana Anda bisa lahir dengan anggota tubuh yang sempurna tanpa cacat, itulah keSUKSESan Anda yang kedua...

Ketika Anda ke sekolah, bahkan bisa menikmati studi S1 di saat setiap menit ada 10 siswa yang drop out karena tidak mampu bayar SPP, itulah SUKSES Anda yang ketiga...

Ketika Anda bisa bekerja di perusahaan di bilangan segitiga emas, di saat 46 juta orang lainnya menjadi pengangguran, itulah keSUKSESan Anda yang keempat...

Ketika Anda masih bisa makan tiga kali sehari, di saat ada tiga juta orang yang mati kelaparan setiap bulannya, itulah keSUKSESan Anda yang kelima...

SUKSES terjadi setiap hari, dan Anda tidak pernah menyadarinya...

Saya sangat tersentuh ketika menonton film "Click!" yang dibintangi oleh Adam Sandler, "family comes first," begitu kata-kata terakhirnya kepada anaknya sebelum ia meninggal...

Saking sibuknya Adam Sandler dalam mengejar keSUKSESan, ia sampai tidak sempat meluangkan waktu untuk anak-istrinya, bahkan tidak sempat menghadiri pemakaman ayahnya, keluarganya berantakan, istrinya yang cantik menceraikannya, dan anaknya tidak mengenal siapa ayahnya...

SUKSES selalu dibiaskan oleh penulis buku laris supaya bukunya bisa terus-menerus menjadi best seller dengan membuat keSUKSESan menjadi suatu hal yang rumit dan sukar diperoleh...

SUKSES tidak melulu soal harta, rumah mewah, mobil sport, jam Rolex, pensiun muda, menjadi pengusaha, punya kolam renang/helikopter, punya istri cantik seperti Donald Trump, resort mewah di Karibia, dll.

Tapi buat saya pribadi yang bisa hidup dengan sangat berkecukupan, saya rasa SUKSES memiliki arti yang berbeda...

SUKSES adalah mencintai dan bangga terhadap diri Anda sendiri, mengerjakan apa yang Anda sukai kapan saja dan di mana saja...

SUKSES sejati adalah hidup dengan penuh syukur atas segala rahmat Tuhan, SUKSES sejati adalah menikmati dan bersyukur atas setiap detik kehidupan Anda. Pada saat Anda gembira, Anda gembira sepenuhnya. Pada saat Anda sedih, Anda sedih sepenuhnya, setelah itu Anda harus bersiap lagi menghadapi episode yang baru.

SUKSES sejati adalah hidup benar di jalan Allah, hidup baik, tidak munafik, tidak menipu, apalagi scam, saleh, dan selalu rendah hati.

SUKSES itu tidak lagi menginginkan kekayaan ketimbang kemiskinan, tidak lagi menginginkan kesembuhan ketimbang sakit. SUKSES sejati adalah bisa menerima sepenuhnya kelebihan, keadaan, dan kekurangan Anda apa adanya dengan penuh syukur.

Saya berani berbicara seperti ini, karena hidup yang saya alami adalah seperti roda pedati. Ketika masih mahasiswa, hidup saya begitu nelangsa cuma
mampu makan nasi warteg satu kali sehari dengan menu nasi setengah + sayur gratis + tempe goreng. Tetapi ternyata nikmat makan di warteg kok sama saja bila dibandingkan ketika saya makan di restoran mewah di Amerika...

Saya pernah tidur di kolong langit, beralaskan tanah dan terpal, hujan kehujanan, panas kepanasan. Tetapi ternyata lelapnya saya tidur dulu kok bisa sama saja bila dibandingkan ketika saya tidur di hotel bintang 5 di Jepang...

Saya dulu pulang-pergi ke sekolah jalan kaki sejauh 40 km, memakai baju yang lusuh, tas yang kotor, dan alat tulis seadanya. Datang ke sekolah selalu menjadi bahan tertawaan teman-teman, tetapi kok sama saja enaknya ketika saya dijemput oom saya naik mercy, sama-sama sampai di tujuan ternyata...

Saya pernah diundang bos saya ke rumah barunya, untuk menikmati ruang auditoriumnya. Ada speaker untuk karaoke, ada tape untuk mendengarkan musik, ada home theater... Dia bilang harga speaker Thiel-nya untuk mendengarkan musik saja harganya 400 juta rupiah, saya disuruh mendengarkan waktu beliau memutar musik jazz, memang enak sekali, suara dentingan gelas dan petikan bass-nya bisa terdengar jelas, tapi kok setengah jam di situ, saya bosan juga. Sama nikmatnya dengan mendengarkan musik di komputer sendiri, speakernya cuma seharga 100 ribu rupiah...

Pernahkah Anda menyadari?

Anda sebenarnya tidak membeli suatu barang dengan uang. Uang hanyalah alat tukar. Anda sebenarnya membeli rumah dari waktu Anda.

Ya, Anda mungkin harus bekerja siang dan malam untuk membayar KPR selama 15 tahun atau membeli mobil/motor secara kredit selama tiga tahun.

Namun itu semua sebenarnya Anda dapatkan dari membarter waktu Anda sendiri, Anda menjual waktu Anda dari pagi hingga malam hari kepada penawar yang tertinggi, untuk mendapatkan uang agar bisa membeli makanan, membayar pulsa telepon dll...

Aset terbesar Anda bukanlah rumah atau mobil Anda, tetapi diri Anda sendiri.

Itu sebabnya mengapa orang pintar bisa digaji puluhan kali lipat daripada orang bodoh, karena semakin berharga diri Anda, semakin mahal orang mau membeli waktu Anda...

Itu sebabnya mengapa harga dua jam Robert Kiyosaki untuk berbicara di suatu seminar = 200 juta rupiah, atau harga 2 jam seminar Tung Desem Waringin mencapai 100 juta...

Itu sebabnya mengapa Nike berani membayar Tiger Woods dan Michael Jordan sebesar 200 juta dollar hanya untuk memakai produk Nike. Suatu produk menjadi mahal bukan karena merk-nya, namun karena produk tersebut dipakai oleh siapa...

Itu sebabnya bola basket bekas milik Michael Jordan bisa terjual 80 juta dollar, sedangkan bola basket bekas dengan merk yang sama bila dijual harganya justru turun...

Hidup ini lucu, kita seperti mengejar fatamorgana. Bila dilihat dari jauh, mungkin kita melihat air di kejauhan, namun ketika kita kejar dengan segenap tenaga dan akhirnya sampai di tujuan, yang kita lihat hanya pantulan sinar matahari saja...

Lucu, bila setelah membaca tulisan di atas, Anda masih mengejar fatamorgana tersebut ketimbang menghabiskan waktu Anda yang sangat berharga untuk sungkem kepada orangtua yang begitu mencintai Anda, memeluk hangat istri Anda, mengatakan "I love you" kepada orang-orang yang Anda cintai: orang tua, istri, anak, dan sahabat-sahabat Anda.

Lakukanlah selagi Anda masih punya waktu, selagi Anda masih sempat, Anda tidak akan pernah tahu kapan Anda akan meninggal, mungkin besok pagi, mungkin nanti malam, karena LIFE IS SO SHORT.

Luangkan lebih banyak waktu untuk melakukan hobi Anda, entah itu bermain bola, memancing, menonton bioskop, minum kopi, makan makanan favorit Anda, berkebun, bermain catur, atau berkaraoke...

" Enjoy your life, because life is so short..."


Tabe'


__Och@__

Aku tak akan pernah bisa membayangkan
Akan bagaimana aku tanpamu
Tanpa senyummu..
Tanpa lembutnya tatapanmu
Tanpa hangatnya pelukmu
Tanpa lugasnya ungkapanmu


Berikan satu alasan
Mengapa aku menjadi gila karenamu
Tiap detik waktuku
Hanya imaji tentangmu yang berkutat dikepalaku
Tiap kata ucapanku
Hanya terurai tentangmu
Tiap gerak langkahku
Sosokmu selalu setia membayangi


Tetapi engkau tahu…
Begitu inginnya aku melepasmu
Karena yang ada hanya kesakitanku
Begitu inginnya aku membencimu
Karena yang ada hanya pertengkaran ego
Begitu inginnya aku lari darimu
Karena aku hanya menyakitinya


Telah lebih dua perputaran masa
Tertulis kisahmu di hidupku
Aku bertahan bersama waktu
Aku bertahan bersama keadaan yang tak mungkin
Jangankan hati jasadpun rela kupertaruhkan


Tetapi..
Kini....
Aku tak ingin lagi...
Aku tak mampu lagi...
Maafkan aku harus pergi…



Tabe

__Och@__

" AKU MENANGIS UNTUK ADIKKU SEBANYAK 6 KALI "

Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku.

Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di sekelilingku kelihatannya membawanya, Aku mencuri lima puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu di tangannya.


“Siapa yang mencuri uang itu?” Beliau bertanya. Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapa pun mengaku, jadi Beliau mengatakan, “Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul!”

Dia mengangkat tongkat bambu itu tingi-tinggi. Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata, “Ayah, aku yang melakukannya! ” Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia terus menerus mencambukinya sampai Beliau kehabisan nafas. Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi, “Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang? … Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!”

Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetes pun. Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata, “Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi.”
Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku. Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11.

Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, saya diterima untuk masuk ke sebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus.

Saya mendengarnya memberengut, “Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik…hasil yang begitu baik…” Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas, “Apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?” Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata, “Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, telah cukup membaca banyak buku.”

Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya. “Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat lemahnya? Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan saya akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!” Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk meminjam uang. Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku yang membengkak, dan berkata, “Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya, kkalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini.”

Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan ke universitas. Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku: “Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimu uang.”

Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis dengan air mata bercucuran sampai suaraku hilang. Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20 tahun. Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang adikku hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi konstruksi, aku akhirnya sampai ke tahun ketiga (di universitas).
Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk dan memberitahukan, ” Ada seorang ppenduduk dusun menunggumu di luar sana !” Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku? Aku berjalan keluar, dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir. Aku menanyakannya, “Mengapa kamu tidak bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku?”

Dia menjawab, tersenyum, “Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika mereka tahu saya adalah adikmu? Apa mereka tidak akan menertawakanmu? ” Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi mataku. Aku menyapu debu-debu dari adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku, “Aku tidak perduli omongan siapa pun! Kamu adalah adikku apa pun juga! Kamu adalah adikku bagaimana pun penampilanmu.”

Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu. Ia memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan, “Saya melihat semua gadis kota memakainya. Jadi saya pikir kamu juga harus memiliki satu.” Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku menarik adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan menangis. Tahun itu, ia berusia 20, Aku 23.
Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telah diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana. Setelah pacarku pulang, aku menari seperti gadis kecil di depan ibuku. “Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk membersihkan rumah kita!” Tetapi katanya, sambil tersenyum, “Itu adalah adikmu yang pulang awal untuk
membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela baru itu.”

Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus, seratus jarum terasa menusukku. Aku mengoleskan sedikit saleb pada lukanya dan mebalut lukanya. “Apakah itu sakit?” Aku menanyakannya. “Tidak, tidak sakit.. Kamu tahu, ketika saya bekerja di lokasi konstruksi, batu-batu berjatuhan pada kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak menghentikanku bekerja dan…” Ditengah kalimat itu ia berhenti. Aku membalikkan tubuhku memunggunginya, dan air mata mengalir deras turun ke wajahku. Tahun itu, adikku 23, Aku berusia 26.

Ketika aku menikah, aku tinggal di kota. Banyak kali suamiku dan aku mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapi mereka tidak pernah mau. Mereka mengatakan, sekali meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu harus mengerjakan apa. Adikku tidak setuju juga, mengatakan, “Kak, jagalah mertuamu aja. Saya akan menjaga ibu dan ayah di sini.”
Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginginkan adikku mendapatkan pekerjaan sebagai manajer pada departemen pemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut. Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja reparasi. Suatu hari, adikku diatas sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah kabel, ketika ia mendapat sengatan listrik, dan masuk rumah sakit.

Suamiku dan aku pergi menjenguknya. Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu, “Mengapa kamu menolak menjadi manajer? Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius. Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?”

Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya. “Pikirkan kakak ipar–ia baru saja jadi direktur, dan saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi manajer seperti itu, berita seperti apa yang akan dikirimkan?” Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian keluar kata-kataku yang sepatah-sepatah: “Tapi kamu kurang pendidikan juga karena aku!”

“Mengapa membicarakan masa lalu?” Adikku menggenggam tanganku. Tahun itu, ia berusia 26 dan aku 29.

Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang gadis petani dari dusun itu. Dalam acara pernikahannya, pembawa acara perayaan itu bertanya kepadanya, “Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi?” Tanpa bahkan berpikir ia menjawab, “Kakakku.”

Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan tidak dapat kuingat. “Ketika saya pergi sekolah SD, ia berada pada dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalan selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke rumah. Suatu hari, Saya kehilangan satu dari sarung tanganku. Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja dan berjalan sejauh itu. Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang sumpitnya. Sejak hari itu, saya bersumpah, selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku dan baik kepadanya.”

Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannya kepadaku. Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku, “Dalam hidupku, orang yang paling aku berterima kasih adalah adikku.” Dan dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, di depan kerumunan perayaan ini, air mata bercucuran turun dari wajahku seperti sungai.


Thank for All sahabat terbaik..

Tabe'

__Och@__

Aku adalah perempuan, makluk Tuhan yang diciptakan sempurna. Membaca tubuhku, yang bervagina serta berpayudara, yang mengalami periode menstruasi tiap bulan, serta mempunyai kantong rahim yang terbatas usianya. Aku pun menyusui seorang bayi yang dinamai anak. Aku adalah perempuan, gadis kecil yang tumbuh menjadi perawan, perempuan dewasa yang berkeinginan menikah dan mendapat “gelar” istri, Ibu, Bunda, Mama, bahkan Nenek. Fluktuasi fase kehidupan, yang sudah direncanakan sejak masih janin dalam kandungan.

Aku adalah perempuan. Beberapa mitos yang ditemukan dalam realitas tatanan masyarakat tradisional, terkadang membentuk suatu ketidak-adilan. Adanya Maternal, dalam ranah Patriarki, bukan berarti para feminis membenci laki-laki toh sudah terbukti, beberapa feminis sudah dinikahi.
Lagi-lagi, banyaknya kesan “di” pada perempuan, membuat sedikit gerah rasanya bila harus diartikan pasif. Saya, adalah perempuan bugis yang masih konservatif, sempat menolak untuk bersikap pasrah "pada laki-laki, tapi masih saja terbentur beberapa opini dan bentukan tradisi / adat. Lalu, bagaimana "dengan para perempuan Minang, dalam menyikapi hirarki matrilineal yang masih sangat kental.Adakah suatu ketimpangan nantinya, saat si perempuan lebih tua, beberapa nilai material yang berbeda nominal, atau malah, perpaduan dua adat yang sangat berbeda.

Perempuan, menyimpan banyak kejutan. Laki-laki pun mungkin demikian. Pemikiran dan sikap, hirarki yang ditemui dalam realitas masayarakat yang dominan patrilineal, serta anggapan-anggapan yang “menyakitkan”, semoga semakin mempercantik para perempuan. Tidak hanya mewarisi ayu si perempuan, tapi juga cerdas, tanggap, serta paham akan hak dan kewajibannya. Tidak melulu sebagai istri yang siap siaga menyajikan makanan setiap saat, sosok Bunda yang penyayang dan nyaman, ngemong anak-anak meski kenakalan mereka harus berbuntut pengertian dan pemakluman, mencintai suami dengan sabar dan setia, juga menerima dan hormat karena tergiur “pahala”. Baik dan sangat benar, bila menyanggupi dan setuju untuk berperan demikian. Hanya saja, apa yang tidak salah dan tidak benar bila merasa lelah dengan segala kewajiban (bahkan hak). Saya jadi berpikir, mungkinkah ranah patriarki membolehkan suami mencuci, membuatkan secangkir teh atau kopi, lengkap dengan kudapan favorit istri, mengurus rumah tangga dan mengatasi anak-anak yang bandelnya tak kunjung berhenti ? Apakah ranah patriarki membolehkan laki-laki untuk menangis ???

Dan aku adalah perempuan yang diciptakan berpasangan dengan laki-laki.Akupun bersuami, hamil dan melahirkan bersama suami yang berkelamin laki-laki. Sisi feminisku memang sempat protes atas hirarki dan kejahatan ”personal” oleh oknum laki-laki, sempat membenci, sebagai bentuk sikap berhati-hati supaya tidak dikorbankan lagi. Sampai akhirnya, Tuhan memberikan kebahagiaan dari ayah, kakak, dan sahabat dekat yang juga berstatus laki-laki. Bukti lainnya bahwa aku tidak membenci laki-laki, adalah aku sedang berpasangan dengan seorang laki-laki.

Perempuan tidaklah hanya bersifat selebrasi. Lepas dari naluri rumpi or bgosip, logika yang sering berbenturan dengan perasaan yang berlebih, sabar dan setianya dalam mencintai, marah dan ketakutannya yang menjadi “virus feminis”, perempuan tetap cantik, cantik yang dilengkapi oleh nalar, juga sikap dan batin.

MAT HARI KARTINI PEREMPUAN2 PERKASA...


Tabe'

__Och@__

Kutelusuri jejak tak bertepi
Mengungguli rentetan kisah bergaris di lingkaran bumi
Kutemukan sunyi berbincang di tengah langit
Tak ada yang sejati selain diri-Mu
Tak ada yang kekal selain Dzat-Mu


Ilahi..
Ampunkan diri dengan ketinggian hati dan pikirku
Selama jarak tak bertuju enggan hati terbuai dengan kehampaan
Begitu sepi, sendu hingga senyawa dan semesta tak ingin tahu
Hingga terkuak tabir kenistaanku...


Lelah bersulang dengan fatamorgana
Yang berakhir sesak dan pilu
Terkadang letih, terkadang jatuh
Menggunungkan mimpi dalam terjalnya kenyataan


Begitu ingin melepaskan balutan dilema
Yang menghimpit sesak rongga nafasku
Mengapa selalu saja terjadi
Terbuai dalam rasa yang berkepanjangan


Sebutan apa yang pantas untukku
Akankah Ghaffar-Mu
Akankah Rahim-Mu
Akankah Rahman-Mu
Menyeruak dan menyusutkan dosa-dosaku


Kuhadapkan wajahku
Menghadap atas tujuh petala langit
Tuhanku...
Inginku menghadap kembali pada-Mu
Karena jiwa ini telah luruh atas segala kesakitan
Batin ini duka dalam sayatan masa yang tak berpihak
Hingga akhirnya bersemayam dalam tanah yang berongga...


Tabe'

__Och@__

Suatu malam, seorang wanita sedang menunggu di bandara. Masih ada beberapa jam sebelum jadwal terbangnya tiba. Untuk menunggu waktu, ia membeli buku dan sekantong kue di toko bandara, lalu menemukan tempat untuk duduk, sambil duduk wanita tersebut membaca buku yang baru saja dibelinya.

Dalam keasyikannya tersebut ia melihat lelaki di sebelahnya dengan begitu berani mengambil satu atau dua kue yang berada diantara mereka. Wanita tersebut mengabaikan agar tidak terjadi keributan. Ia membaca, mengunyah kue dan melihat jam. Sementara si pencuri kue yang berani menghabiskan persediaannya.

Ia semakin kesal sementara menit-menit berlalu. Wanita itupun sempat berfikir kalau aku bukan orang baik sudah ku tonjok dia!

Setiap ia mengambil satu kue, si lelaki mengambil satu. Ketika hanya satu kue tersisa, ia bertanya-tanya apa yang akan dilakukan lelaki itu. Dengan senyum tawa di wajahnya, si lelaki mengambil kue terakhir dan membaginya dua. Si lelaki menawarkan separuh kue tersebut, sementara ia memakan yang separuhnya lagi.

Si wanita pun merebut kue itu dan berfikir, Ya ampun orang ini berani sekali, dan dia juga kasar, malah dia tidak kelihatan berterima kasih. Belum pernah rasanya ia begitu kesal. Ia menghela nafas lega saat penerbangannya diumumkan. Ia mengumpulkan barang miliknya dan menuju pintu gerbang. Menolak untuk menoleh kepada si pencuri kue yang tak tahu terima kasih.

Ia naik pesawat dan duduk di kursinya, lalu mencari bukunya yang hampir selesai di bacanya. Saat ia merogoh tasnya, ia menahan nafas dengan kaget. Di situ ada kantong kuenya, di depan matanya. kok milikku ada di sini, erangnya dengan patah hati, jadi kue tadi adalah miliknya dan dia coba berbagi.
Terlambat untuk meminta maaf, ia tersadar sedih. Bahwa sesungguhnya dialah yang kasar, tak tahu terima kasih dan dialah si pencuru kue itu.

Dalam hidup ini, kisah pencuri kue seperti tadi sering terjadi. Kita sering berprasangka dan melihat orang lain dengan kacamata kita sendiri/ subjektif serta tak jarang kita berprasangka buruk terhadapnya.

Orang lainlah yang selalu salah, orang lainlah yang patut disingkirkan, orang lainlah yang tidak tahu diri, orang lainlah yang berdosa, orang lainlah yang bikin masalah, orang lainlah yang pantas diberi pelajaran, padahal kita sendiri yang mencuri kue tadi.

Padahal kita sendiri yang tidak tahu. Kita sering mempengaruhi, mengomentari, mencemooh pendapat, penilaian atau gagasan orang lain, sementara sebetulnya kita tidak tahu betul permasalahannya....


Tabe'

__Och@__

Lirik tak bertuan kembali kunyanyikan
Saat sendamu sorak mengumandang digendang hati yang menderu
Kuuntai sajak di diari putih tergambar siluet wajahmu
Kutarik garis senyuman di ungkapan katamu


Aku bahagia bersama mimpi yang terjaga
Aku bahagia dengan lekatnya suara terngiang di telingaku
Ada tawamu, ada katamu, ada nafasmu, ada cintamu…
Membuai diri dalam hamparan laut berpasir putih


Rangkaikan bunga untuku di kota Daeng
Nikmati sunset berdua di Losari
Yakinkan sebentuk keinginan itu menjadi satu dalam langkahmu
Biar tergerak menuju wajah yang mendamaikan hatimu
Engkau anggap aku segala bagimu
Memenuhi rongga nafasmu dan aliran darahmu


Temui aku di timur Jawa
Hantarkan aku tuk pandangi kokohnya Borobudur
Habiskan hari di senjanya Malioboro
Tak lepas genggamanmu erat
Dan berharap..
Suatu saat masa akan berpihak


Selamat menempuh hari-hari
Dalam rutinitas dan keletihanmu
Namun harapku…
Jangan lepaskan aku
Meski dalam alam pikirmu…


Tabe’

__Och@__

Lelakiku adalah orang yang berhati mulia, sangat baik, sosok yang hampir sempurna bagi tiap perempuan yang mendambakan lelaki, aku mencintainya karena kesederhanaan dan ketulusan yang dimilikinya, terasa damai ketika aku bersandar di dadanya, memeluknya dengan kehangatan cinta.

Dua tahun dalam proses pendekatan kami lalui dengan berbagai romansa, tiga tahun berjalan hingga sekarang dalam pernikahan bergelut dalam berjuta persoalan yang dulunya tak terbayangkan, kemudian harus aku akui perasaan lelah mulai menggerogoti, mungkin karena berjumpa dengan persoalan yang selalu sama dan tak pernah terselesaikan, hanya mengambang dan menyisakan pertanyaan dan kegelisahan. Alasan-alasan aku mencintainya dulu kemudian pudar dan menjadi hal yang sebatas kewajiban saja.

Saya seorang wanita yang sensitif dan mudah untuk tersinggung, begitu manja dan merindukan saat-saat romantis seperti perlakuan aktor film yang mencintai kekasihnya dengan sekuntum bunga dan kata-kata indah yang mampu membuat hati wanita melayang, lilin menyala dalam heningnya makan berdua di sudut restoran wah…

Suami aku jauh berbeda dari yang aku harapkan, dia kurang sensitif dan sangat sulit untuk menciptakan suasana romantis dalam perkawinan kami, bahkan di momen berharga kami seperti ulang tahunku atau ulang tahun pernikahan. Dan tiba-tiba semua itu membuat aku berfikir ternyata dia bukan lelaki yang aku idamkan dan ideal di kehidupanku.

Hingga suatu hari saat perasaan murka telah merajai, aku memberanikan diri untuk mengambil keputusan yang tak pernah disangkanya akan aku ajukan. aku memintanya menceraikanku.

Hanya kata “Mengapa?”, yang terlontar dai keterkejutannya.

“Aku begitu lelah, lelah dengan semua persoalan yang mendera kita, aku tidak mampu lagi hidup terus seperti ini denganmu, kamu tidak mampu memberikan ketenangan atas semua kegundahan dihidupku” jawabku dengan suara yang bergetar

Suamiku hanya mampu terdiam dan termenung sepanjang malam di depan komputernya, seolah-olah sedang menyelesaikan tugas kantornya, tetapi ternyata tidak, tatapannya hampa seperti sedang memandangi sesuatu yang tak mampu dijangkau oleh hati dan pikirannya.

Kekecewaanku kemudian semakin bertambah, mengapa dia hanya terdiam, mengapa dia tidak mengungkapkan ketidak setujuannya jika memang dia tidak menginginkan keputusan itu, mengapa dia tidak mengekspresikan perasaannya, apa yang harus aku harapkan dari seseorang yang tak mampu untuk membuat keputusan yang terpenting dihidupnya.

Dan akhirnya suatu malam suamiku bertanya kepadaku, “Apa yang dapat aku lakukan untuk merubah pikiranmu dek?”

Aku hanya menatap matanya dalam-dalam dan menjawab dengan pelan,” Aku punya pertanyaan, jika engkau dapat menemukan jawabannya akan merubah keputusanku

“Seandainya aku memasakkan makanan kesukaanmu, tetapi ternyata dalam makanan itu tak sengaja aku masukkan udang yang tidak engkau sukai karena aku lupa, namun engkau tahu aku telah membuatnya dengan susah payah dan engkau tahu jika makanan itu engkau makan maka engkau akan merasa sakit. Apakah kamu akan tetap memakan makanan itu?

Suamiku hanya termenung dan hanya mampu berkata, ” Aku akan memberikan jawabannya besok.”

Perasaan aku begitu gundah mendengar jawabannya.

Keesokan harinya, saat aku terbangun aku tidak menemukannya di sampingku, diapun tidak ada di rumah, dan aku hanya menemukan layar laptop yang bertuliskan sesuatu, kuperhatikan dengan seksama dan ternyata ada tulisan darinya.

” Ade, aku tidak akan memakan masakan yang ade telah buat itu, tetapi ijinkan aku untuk menjelaskan alasannya.”

Saat membaca pembuka tulisan itu hatiku rasanya hancur, namun kukuatkan untuk terus membacanya

“Ade selalu merasa sakit di perut saat datang bulan, dan aku harus memberikan balsem untuk mengurut perutmu dengan balsem agar kamu merasa nyaman”

“Saat ade tidak beraktifitas dan hanya diam di rumah, aku khawatir kamu akan merasa sepi. akupun berinisiatif untuk membelikan sesuatu yang dapat menghibur kamu di rumah atau meminjamkan mataku agar engkau dapat menonton hal-hal lucu di kehidupan manusia.

” Ade selalu begitu dekat jika telah menulis sesuatu di hadapan monitor, terlalu dekat membaca
buku, dan itu tidak baik untuk kesehatan mata ade. Aku harus menjaga matamu agar ketika kita tua nanti, kamu mampu melihatku masih tetap menarik seperti dulu, dan aku masih dapat menolong mengguntingkan kuku kamu dan mencabuti uban kamu.”

“Tanganku akan memegang tangan kamu, membimbing kamu menelusuri losari, menikmati sunset di saat senjanya hari.

Menceritakan warna-warni pelangi yang bersinar begitu cantiknya, secantik wajahmu.

Tetapi Ade, aku tidak akan memakan masakan yang telah engkau buat dengan susah payah, bukan karena tidak ingin tetapi karena aku tahu engkau tidak akan membiarkanku sakit dan aku tak akan mampu melihatmu menangis karena merasa bersalah atas yang telah engkau buat.

“Sayang, aku tahu, ada banyak orang yang bisa mencintaimu lebih dari aku mencintaimu. Untuk itu Sayang, jika semua yang telah saya berikan seperti tanganku, kakiku, mataku tidak cukup buat kamu, aku tidak mampu menahan kamu lagi untuk mencari tangan, kaki, dan mata lain yang lebih membahagiakan kamu.”

Tak terasa ada yang tergenang di mataku dan terus jatuh, tetapi aku tetap berusaha untuk terus membacanya.

“Dan sekarang, ade… kamu telah selesai membaca semua alasan-alasanku.

Jika ade puas dengan semua jawaban itu, dan tetap menginginkan aku untuk tetap tinggal bersamamu di rumah ini, tolong bukakan pintu rumah kita, aku sedari malam berdiri disini menunggu jawaban kamu.”

“Jika ade tidak puas dengan jawabanku itu, biarkan aku masuk untuk mengambil barang-barang, dan menginap di rumah temanku, aku tidak akan mempersulit hidup kamu de…., Ade harus percaya bahagiamu adalah bahagiaku juga.”

Aku segera berlari membuka pintu dan melihatnya berdiri di depan pintu dengan wajah yang tertunduk dan di tangannya menggenggam sekuntum mawar putih dan sekotak tart kesukaanku.

Aku segera memeluknya menangis sejadi-jadinya, dan tak berharap lagi melepaskannya di hidupku.

Kini baru aku sadari, tidak ada seseorang yang mencintaiku lebih dari cintanya..

Cinta adalah peleburan ego dimana tak ada lagi keinginan selain dirinya…

Cinta adalah kesederhanaan…

Tak ada lagi senyum terindah selain senyumannya, serta perihnya luka saat melihat tangisannya

Dan aku sadar..bahwa dialah lelaki yang terindah di hidupku, sekarang, nanti dan selamanya.


Tabe’

__Och@__

Dikisahkan, di sebuah pesta perpisahan sederhana pengunduran diri seorang direktur. Diadakan sebuah sesi acara penyampaian pesan, kesan, dan kritikan dari anak buah kepada mantan atasannya yang segera memasuki masa pensiun dari perusahaan tersebut. Karena waktu yang terbatas, kesempatan tersebut dipersilahkan dinyatakan dalam bentuk tulisan.

Diantara pujian dan kesan yang diberikan, dipilih dan dibingkai untuk diabadikan kemudian dibacakan di acara tersebut, yakni sebuah catatan dengan gaya tulisan coretan dari seorang office boy yang telah bekerja cukup lama di perusahaan itu.

Dia menulis semuanya dengan huruf kapital sebagai berikut, "Yang terhormat Pak Direktur. Terima kasih karena Bapak telah mengucapkan kata "tolong", setiap kali Bapak memberi tugas yang sebenarnya adalah tanggung jawab saya. Terima kasih Pak Direktur karena Bapak telah mengucapkan "maaf", saat Bapak menegur, mengingatkan dan berusaha memberitahu setiap kesalahan yang telah diperbuat karena Bapak ingin saya merubahnya menjadi kebaikan.

Terima kasih Pak Direktur karena Bapak selalu mengucapkan "terima kasih" kepada saya atas hal-hal kecil yang telah saya kerjakan untuk Bapak.Terima kasih Pak Direktur atas semua penghargaan kepada orang kecil seperti saya sehingga saya bisa tetap bekerja dengan sebaik-baiknya, dengan kepala tegak, tanpa merasa direndahkan dan dikecilkan.

Dan sampai kapan pun bapak adalah Pak Direktur buat saya. Terima kasih sekali lagi. Semoga Tuhan meridhoi jalan dimanapun Pak Direktur berada. Amin."

Setelah sejenak keheningan menyelimuti ruangan itu, serentak tepuk tangan menggema memenuhi ruangan. Diam-diam Pak Direktur mengusap genangan airmata di sudut mata tuanya, terharu mendengar ungkapan hati seorang office boy yang selama ini dengan setia melayani kebutuhan seluruh isi kantor.

Pak Direktur tidak pernah menyangka sama sekali bahwa sikap dan ucapan yang selama ini dilakukan, yang menurutnya begitu sederhana dan biasa-biasa saja, ternyata mampu memberi arti bagi orang kecil seperti si office boy tersebut. Terpilihnya tulisan itu untuk diabadikan, karena seluruh isi kantor itu setuju dan sepakat bahwa keteladanan dan kepemimpinan Pak Direktur akan mereka teruskan sebagai budaya di perusahaan itu.

Tiga kata "terimakasih, maaf, dan tolong" adalah kalimat pendek yang sangat sederhana tetapi mempunyai dampak yang positif. Namun mengapa kata-kata itu kadang sangat sulit kita ucapkan? Sebenarnya secara tidak langsung telah menunjukkan keberadaban dan kebesaran jiwa sosok manusia yang mengucapkannya. Apalagi diucapkan oleh seorang pemimpin kepada bawahannya.

Pemimpin bukan sekedar memerintah dan mengawasi, tetapi lebih pada sikap keteladanan lewat cara berpikir, ucapan, dan tindakan yang mampu membimbing, membina, dan mengembangkan yang dipimpinnya sehingga tercipta sinergi dalam mencapai tujuan bersama.

Tentu bagi siapapun kita perlu membiasakan mengucapkan kata-kata pendek seperti terima kasih, maaf, dan tolong dimana pun, kapan pun, dan dengan siapa pun kita berhubungan. Dengan mampu menghargai orang lain minimal kita telah menghargai diri kita sendiri.

Mudah2an 3(tiga) suku kata " Maaf, Tolong dan Terimakasih " bermanfaat bagi kita semua.

Tabe'

__Och@__

Buram cerita di negeri duka...
tatakan ide dalam kotak harapan
menjadi gumpalan sinar
di tengah ketimpangan yang bergejolak

Adakah negeri besar tanpa rentetan kisah tragis
Adakah negeri jaya tanpa derasnya duka terasa

karena dengannya lahir bijak bertuan
meretas insan-insan merdeka
memunculkan jutaan semangat kebangsaan

Tetapi..
haruskah dijejali lagi dengan janji-janji ingkar
atas nama kemanusiaan
tergiur nama, kuasa serta gemulai wanita

Sampai kapan negeri duka terjajah
menjadi budak imprealisme dan budak keserakahan
Tak henti dibohongi dan dikhianati

kapankah kutemui negeri impian
berbalut orang bijak serta peduli dengan kaum jelata
terdidik dalam sejatinya moral
melepas tameng kemunafikan
yang senantiasa bercokol
dalam sudut jiwa manusia rakus harta dan kuasa

Ah...negeri impian

Tabe'

__Och@__

Jelang gempita demokrasi
Tak ayal konvoi atribut identitas berseliweran di bibir kota
Wajah tak bernama pun lahir ke jalan
Bukan karena mereka peduli
Namun selembar dua puluh ribu menjanjikan
Untuk makan sehari..

Ironis..
Tetapi inilah yang terjadi
Alunan panggung politik
Tak serta merta membawa manfaat
Hanya kegundahan untuk generasi yang mulai terkontaminasi
Dengan lekukan dan goyangan amoral
Menjadi hantu dalam bayangan masa depan tunas bangsa

Apa sih yang mereka usung…
Atas nama kemanusiaan ???
Atas nama rakyat ???
Mereka tampil berkoar dalam riuhnya gerak massa
Tetapi…
Atas nama ambisi dan kekuasaan
Mereka tampil disana
Pun ketika mereka naik ke singgasana
Yang ada hanya ketidakpedulian

Bukankah…
Saatnya memikirkan diri sendiri
Tidak mesti
Dimanfaatkan lagi
Oleh mereka yang haus kuasa dan tahta

Tabe’

__Och@__

Ilahi…
Kadang keinginanku yang begitu besar
Membuatku larut dalam arus
Menjadi etalase dalam glamounya dunia
Mengejar hampanya tujuan
Materi, jabatan, pujian,...
Seolah tiada habisnya terkejar

Ilahi..
Seiring kebodohanku
Menciptakanku budak dari silaunya mimpi
Hingga hampir saja waktuku terberi semua
Tanpa tersisihkan untuk menemui-Mu
Tanpa sedikitpun ragaku sujud kepada-Mu

Ilahi...
Tubuh ini begitu lelah..
Jiwa ini rasanya gamang
Nafas ini begitu berat
Aku hanya bisa malu dengan diriku
Begitu sombongnya...
hingga tak pernah berucap syukur atas segala

Aku begitu ingin mencintai-Mu
Lekatkan aku dalam keyakinan atas-Mu
Jangan biarkan rakusnya ego menggerogoti
Kuingin simpuhku tak hanya karena adanya ingin
Namun lahir penuh cinta dan ma’rifat
Dekatkan aku pada-Mu..
Sedekat Engkau mengenalku
Seperti urat nadi dalam tubuhku

Ilahi...
Bukakan jalanku untuk itu
Hanya dengan-Mu tempat memohon dan bersandar
Selalu...dan selalu...


Tabe’

__Och@__

Apa kabar dirimu...
Sajak hati terindah
Kembali kupandangi pigura tua milik kita
Ada kesejukan di matamu
Ada kelembutan di renyah senyummu

Saat terbangun..
Kucoba pandangi langit-langit tak bertuan
Merekam kembali puluhan kisah
Yang ada hanya aku dan dirimu
Kudekap khayal
Kucumbui waktu
Aromamu membuatku mampu bernafas sejenak

Kuurai kembali dalam untaian kata
Dentuman nadi terangkai dalam bahasa
Sosokmu begitu indah dalam imaji
Jangankan setahun…
Seabad takkan sanggup dirimu pudar oleh zaman

Hantarkan aku dalam aliran makna
Tentang kejujuran dan ketulusan
Biar aku mengalir bersamanya
Tanpa melepaskan genggamanmu di hidupku

Tabe’…

__Och@__

Postingan Lama